MENGENANG 100 TAHUN KI NARTOSABDO

Share:


MENGENANG 100 TAHUN KI NARTOSABD

Dr Purwadi, M.Hum.

Universitas Negeri Yogyakarta

A. 

Lingkungan Kebudayaan Jawa


Ki Nartosabdo hidup dan besar di kawasan pusat Kebudayaan Jawa. Klaten hingga sekarang merupakan tempat persemaian peradaban agung. Dari perspektif kultural, Klaten menjadi soko guru budaya Jawa gagrak Surakarta. 


Pada masa pemerintahan Kanjeng Sinuwun Paku Buwana X yang memerintah tahun 1893-1839 Klaten mendapat perhatian prima. Pasanggrahan Balerante Manisrenggo diberi hadiah seperangkat gamelan laras pelog slendro jangkep. Sampai sekarang gamelan Kyai Manisrenggo itu dipelihara warga dengan sangat. Mereka percaya bahwa gamelan Kyai Manisrenggo itu barang pusaka yang mberkahi. Gamelan Kyai Manisrenggo bisa digunakan untuk tolak balak. Pageblug, hama dan penyakit bisa sumingkir saat Kyai Manisrenggo berkumandang.


Pesanggrahan Hargopeni dibangun oleh Sinuwun Paku Buwana X pada tahun 1931 bertempat di Deles Kemalang. Tempat peristirahatan ini dibangun dengan areal yang cukup luas. Kanan kiri ditanami teh, kopi, duren, pepaya, pisang dan manggis. Tiap malam Jumat Legi banyak warga yang melakukan tirakatan. Para pembesar karaton Surakarta kerap mengadakan rapat kenegaraan di Pesanggrahan Deles. Hawanya segar, sejuk, nyaman. Pemandangan di sekitar gunung Merapi begitu indah asri anglam lami.


Pesanggrahan Tegal Gondo dibangun oleh Sinuwun Paku Buwana X pada tahun 1906. Bersamaan dengan peresmian patirtan di Umbul Cokro Tulung Polanharjo. Pada saat itu pula Kanjeng Sinuwun Paku Buwana X mendukung daerah Delanggu sebagai kawasan lumbung pangan. Buktinya sampai sekarang lantas dikenal beras Delanggu yang enak dan unggul. Semua itu mendapat perhatian dari karaton Surakarta Hadiningrat.


Kanjeng Sinuwun Paku Buwana XI pada tahun 1940 mengundang seniman Klaten untuk tampil dalam acara pengetan jumenengan. Bupati Klaten Joyonegoro mengirim tim pengrawit, penari terpilih. Prestasi seni warga Klaten sampai sekarang mendapat pengakuan internasional. Pada tahun 1993 Kanjeng Sinuwun Paku Buwana XII memberi kesempatan pada warga Karangdowo untuk serta menjadi abdi dalem karaton Surakarta Hadiningrat. Sampai sekarang banyak warga Karangdowo, Juwiring, Wonosari, Bayat, Prambanan, Manisrenggo, Trucuk, Gantiwarno, Wedhi, Delanggu, Kemalang, Karangnongko, Karanganom yang mengabdikan diri pada karaton Surakarta Hadiningrat. Mereka tetap menjaga nama baik kabupaten Klaten.


Sepanjang masa rakyat Klaten terus bersatu padu, guyub rukun, gotong royong untuk meningkatkan mutu kehidupan. Produktivitas dan kreativitas rakyat Klaten diakui dalam sekup lokal nasional dan internasional. Semoga selalu basuki lestari.


Para Bupati meneruskan kepemimpinan Klaten demi menjaga kualitas Peradaban. Kanjeng Raden Tumenggung Kusumonagoro I 1804-1822.

Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwana IV, raja Kraton Surakarta Hadiningrat. Kanjeng Raden Tumenggung Kusumonagoro II 1822-1837

Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwana V, raja Kraton Surakarta Hadiningrat. 


Narasi kerajaan Surakarta berpengaruh besar terhadap pola pikiran Ki Nartosabdo. Karya Ranggawarsita, Paku Buwana IV dan Yasadipura mewarnai proses kreatif seniman.


B. 

Karya Agung Warisan Dunia


 Seniman Agung dari Kabupaten Klaten yang mewariskan Keutamaan


Seniman terkenal dari Kabupaten Klaten perlu diketahui oleh generasi penerus. Ki Nartosabdo adalah dalang populer yang lahir tanggal 25 Agustus 1925 di Krangkungan, Pandes, Wedi, Klaten, Jawa Tengah. Nama kecilnya adalah Soenarto. Soe-narto pernah mengenyam pendidikan lima tahun di SD Muham-madiyah. Setelah itu beliau melanjutkan studi di Akademi Seni Kerawitan Indonesia Surakarta. Karier Beliau dimulai dengan bergabung pada kelompok wayang orang Ngesti Pandawa, pimpinan Ki Sastrosabdo. Ki Sastrosabdo sangat sayang pada Soenarto karena kemahirannya dalam karawitan dan lawakan. Nama Soenarto dirubah menjadi Nartosabdo atas hadiah Ki Sastrosabdo pada tahun 1948.


Klaten menjadi pusat pembelajaran seni pedalangan. Pada tahun 1958, Ki Nartosabdo untuk pertama kalinya menda-lang dengan Lakon Kresna Duta, suatu lakon yang penuh dengan sanggit dan sangat estetis. Pentas pakeliran Ki Nartosabdo terkenal dengan gendhing-gendhingnya, antawacana, greget, sanggit, komposisi alur dan dhagelannya. Beberapa lakon yang telah dipentaskan: Arjuna Cinoba, Gathutkaca Wisuda, Begawan Sendhang Garba, Pandawa Dhadhu, Kangsa Adu Jago, Pandhu Krama, Bima Bungkus, Dewa Ruci, Bima Suci, Bisma Gugur, Karna Tandhing, Drona Gugur, Abimanyu gugur, Duryudana Gugur, Dursasana Gugur, Sumantri Ngenger, Bomanaraka Sura Gugur, Dasamuka Gugur, Kumbakarna Gugur, Subali Gugur, Kresna Gugah, Kresna Duta, Alap-alapan Setyaboma, Parta Krama, Begawan Ciptowening, Wisanggeni Lahir, Mayangkara, Destarastra Tundhung, Babad Wanamarta, Alap-alapan Dropadi, Salya Gugur, Parikesit Lahir, Dewi Sukesi Krama, Prabu Baka Gugur, Semar Mantu.


Dari daerah Wedhi Klaten seniman besar ini mendapat inspirasi. Ki Nartosabdo juga terkenal dalam musik gamelan dan produktif dalam menciptakan gendhing dan lagu-lagu dolanan yaitu: Swara Suling, Lumbung Desa, Ayo Praon, Gropa Grape, Ngundha Layangan, Sapa Ngira, ABRI Masuk Desa, Aja Ngebut, Mbok ya Mesem, Caping, Sapu Tanganmu, Mari Kangen, Gudheg Yogya, Cep Menenga, Suka Asih, Ibu Pertiwi, Gambuh Kayungyun, Mijil Panglilih, Subakastawa, Lesung Jumengglung, Meh Rahina, Aja Dipleroki, Jamu Jawa, Ngagem Lurik, Santi Mulya, Identitas Jawa Tengah, Slendhang Biru, Goyang Semarang, Sarung Jagung, Ela-ela Gandrung, Pariwisata, Kagok Semarangan, Megal Megol, Kaduk Manis, Cucur Biru, Dumadi, Rondha Kampung, Dhempo, Tedhak Saking, Aja Kisruh, Atiku Lega, Balen, Ngimpi, Piweling-ku, Pleca-Plecu, Sadarma, Janjine Piye, Aja Lamis, Cengkir Wu-ngu, Gagat Enjang, Tanpa Tujuan, Aja Ngono, Ora Nglindur, Mela-thi Rinonce, Setya Tuhu, Aja Ngece, Panyawangku, Hanalangsa, Rujak Jeruk, Randha Nunut.


Kesadaran rakyat Klaten mengenai potensi yang dikan-dung oleh laut diekspresikan secara estetis oleh Ki Nartosabdo dalam lagunya Ayo Praon demikian:


Yo kanca neng gisik gembira

alerab-lerab banyuning segara

anggliyak numpak prau layar

ing dina Minggu keh pariwisata

alon praune wis nengah

byah byuh byah banyu binelah

ora jemu jemu karo mesem ngguyu

ngilangake rasa lungkrah lesu

adhik njawil mas jebul wis sore

witing kelapa katon ngawe-awe

prayogane becik bali wae

dene sesuk esuk tumandang nyambut gawe


Rasa nasionalisme Rakyat Klaten tinggi sekali. Syair tem-bang dolanan di atas mengandung nilai rekreasi dan produksi, berwisata dan berkarya secara serasi, selaras dan seimbang. Secara simbolik mengandung makna bahwa sesuatu harus dikerjakan dengan tidak berlebihan. Karena sikap yang berlebihan pada akhirnya hanya akan merugikan diri sendiri dan orang lain. Bumi kelahiran, tanah tumpah darah, dan rasa kebangsaan mendapat apresiasi positif di mata rakyat Jawa. Ki Nartosabdo mengungkapkan rasa cinta tanah air itu dalam bentuk lagu Ketawang Ibu Pertiwi demikian:


Ibu pertiwi

paring boga lan sandhang kang murakabi

paring rejeki manungsa kang bekti

ibu pertiwi, ibu pertiwi

sih sutresna mring sesami

ibu pertiwi kang adil luhuring budi

ayo sungkem mring ibu pertiwi


Lagu Ibu Pertiwi sering digunakan untuk mengiringi la-ngen tayub, sebagai lagu kehormatan, karena sifatnya yang khidmat, tenang, berwibawa, dan kontemplatif. Ibu Pertiwi atau tanah air harus dijunjung, dihargai dan dicintai agar jiwa nasionalisme kita tetap lekat. Rasa nasionalisme itu perlu dipupuk supaya kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara selama ini tetap terjamin dan lestari. Rakyat Jawa sangat menyadari arti penting pangan, sebagai kebutuhan hidup yang paling mendasar. Pangan harus selalu ada dan mencukupi. Kon-flik sosial yang cepat bergolak salah satunya karena persediaan pangan di suatu daerah yang bersangkutan mengalami keha-bisan. Untuk itu Ki Nartosabdo menganjurkan adanya lumbung desa.


Lumbung desa pra tani padha makarya

ayo dhi njupuk pari nata lesung nyandhak alu

ayo yu padha nutu yen wis rampung nuli adang

ayo kang dha tumandang nosoh pari nata lumpang


Pitutur luhur diwejang oleh sesepuh Klaten. Syair tem-bang sederhana di atas mengandung makna kebersamaan, kete-kunan, kemandirian, kesejajaran, kemitraan, dan kegiatan yang tulus. Kondisi begini akan mengantarkan masyarakat itu mempunyai percaya dan harga diri. Ketahanan pangan penting supaya rakyat tentram hidupnya. Meskipun nguri-uri budaya Jawa, sikap keindonesiaan rakyat Jawa tidak perlu diragukan lagi. Aksi disintegrasi tidak pernah bersemi dalam dada rakyat Jawa Tengah. Lagu Santi Mulya karya Ki Nartosabdo menegaskan hal demikian:


Santi mulya, santi mulya

luhur mulyaning negara Indonesia mesthi jaya

tarlen saking golonging sedya tama

manunggal mrih santosa cipta rasa budi karsa

gumelare memayu hayuning bangsa

basuki yuwana sirna papa sangsaya

sampurnaning bebrayan gung Pancasila

mangambar gandanya rum

Indonesia langgeng mardika


Kelestarian, kejayaan dan kemakmuran Indonesia seba-gai bangsa mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari rakyat Jawa. Meskipun demikian orang Jawa tidak begitu ekstrim memegang sifat kedaerahan. Terbukti bahasa Indonesaia bisa diterima oleh orang Jawa sebagai bahasa nasional kenegaraan. Kepribadian bangsa timur adalah salah satu kearifan timur. Ma-syarakat yang berkepribadian adalah masyarakat yang mempu-nyai jatidiri sebagaimana pesan Ki Nartosabdo dalam tembang Aja Dipleroki:


Mas mas mas aja dipleroki

mas mas mas aja dipoyoki

karepku njaluk diesemi

solah lakumu kudu ngerti cara

aja ditinggal kapribaden katimuran

mengko gek keri ing zaman

mbokya sing eling

eling bab apa

iku budaya pancene bener kandhamu


Secara berjenjang disebutkan adanya upacara-tata cara-cara kerja, yang merupakan kualitas berkarya yang produktif, kreatif dan inovatif. Pribadi ketimuran akan melengkapi kearifan dunia. Di sini berarti kearifan yang berasal dari timur mempunyai andil yang besar etrhadap usaha bersama dalam percaturan dan pergaulan internasional. Daerah Pedan Klaten mempunyai produk unggulan lurik. Produksi dalam negeri boleh dikatakan terlantar, karena pasar terlampau silau dengan barang impor. Harus diakui bahwa produksi lokal itu prasaja dalam kemasan sederhana. Namun Ki Nartosabdo dengan halus menyindir perilaku itu dengan lagunya Ngagem Lurik :


Lurik-lurik lurike weton Pedan

tur lumayan sing ngagem sajak kepranan

lurik-lurik lurike weton Trasa

nadyan prasaja sing ngagem katon gembira

Pedan Trasa lurike pancen kaloka

tuwa mudha ngagem lurik

katon endah tur ya murah

kuwi mas ndheke dhewe

mulane ja nglalekke

nengsemake nganggo weton nggone dhewe


Orang Klaten sadar arti penting kemandirian. Kalau ber-pihak pada produk sendiri, ekonomi akan cepat berkembang. Hal ini disebabkan karena ekonomi akan berputar kembali pada sebagian besar penghuni komunitas yang bersangkutan. Keuntungan ekonomi tidak sampai pergi ke luar yang hanya akan dinikmati oleh orang asing. Dengan produksi mandiri itu berarti akan menegakkan harga diri bangsa. Ketentraman masyarakat tercapai apabila kampung halamannya terasa aman. Ki Nartosabdo membuat lagu dengan judul


Rondha Kampung :

Kenthongan iku tandha rondha kampung

aja wegah yo ayo kanca

mbok aja padha lembon

sing tanggon kampunge aman

nyata adoh durjana

saiki wancine nglilir

sing padha turu wancine nglilir


Sadar keamanan lingkungan dengan rondha kampung itu biasanya dilakukan secara bergilir. Di situ akan tercipta solidaritas di antara pendukungnya. Kebersamaan yang dijiwai rasa sepenanggungan akan menggugah untuk menyelesaikan problem bersama. Masalah berat akan terasa ringan, apabila ditangani dengan gotong royong. Kabupaten Klaten telah memberi pisungsung agung bagi ketentraman ibu pertiwi.rel

Share:
Komentar

Berita Terkini