ARIFIN SALEH.IST |
INA | garda.id
Namanya Towel. Lengkapnya Tommy Welly. Ia sering dipanggil Bung Towel. Di media sosial, Towel yang pernah menjadi jurnalis olahraga di salah satu media ini sekarang dikenal sebagai komentator bola.
Tanggapan terkait sepak bola sering dimintai media dari pria kelahiran Kota Bandung dan alumni Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad Bandung ini. Sesekali ia juga diundang ke berbagai stasiun televisi sebagai pengamat sepak bola.
Belakangan, namanya menjadi bahan perbincangan netizen. Ini karena ia sering melontarkan kritikan kepada Shin Tae-Yong (STY), yang sekarang didapuk sebagai pelatih Timnas Sepak bola Indonesia. Banyak ragam kritikannya. Dari cara melatih, cara memilih pemain, hubungan STY dengan Ketum PSSI, naturalisasi, hingga soal buzzer. Kritikannya dirasa keras, pedas, dan ada juga yang menilai nyinyir.
Apa yang disampaikan Towel pun akhirnya menuai kontroversi. Serangan pun beralih ke dia. Pernyataan pedas dari sebagian fans Timnas berbalik ke dia. Nada miring dan serangan keras untuknya kerap muncul di berbagai media sosial. Apalagi di saat sekarang Timnas U23 sedang moncer-moncernya di ajang Piala Asia 2024, lolos hingga semi final.
Kritikan Towel sebenarnya wajar saja. Tidak semua salah. Tidak juga berbahaya. Apalagi jika kritikan itu dimaknai sebagai sesuatu yang membangun. Bahan evaluasi. Sebagai salah satu dasar juga guna membantu dalam mengidentifikasi kelemahan untuk kemudian diperbaiki.
Tak boleh ada yang antikritik. Termasuk Timnas. Termasuk para pemainnya. Termasuk juga pelatihnya. Siapa pun dia.
Harus tetap ada yang mengingatkan para pemain, meski pun misalnya mereka sudah sampai ke titik puncak. Mereka tak boleh jumawa. Tak boleh berpuas diri. Tak boleh sombong. Tak boleh merasa pesohor yang harus dipuja-puji. Merasa orang hebat di atas orang lain. Tak boleh ada di awang-awang. Mereka harus tetap membumi.
Mereka masih muda. Masih harus terus belajar. Harus rendah hati. Harus sadar masih memiliki kelemahan dan kekurangan. Harus tetap diingatkan. Maaf, mereka harus tahu dan paham juga bahwa ada uang rakyat yang dikelola negara yang dikeluarkan untuk pembiayaan timnas di setiap ajang resmi yang mereka ikuti.
Begitu juga dengan STY, selaku pelatih. Ia juga tak boleh bebas kritik. Ia tak boleh diagung-agungkan. Tak usah diangkat setingi langit.
Apa yang disampaikan terkait ketidakpuasan terhadapnya harus dijadikan sebagai bahan evaluasi. Masukan. Bahan baku. Acuan atau dasar dalam mengidentifikasi kelemahan dan kekurangan untuk kemudian diperbaiki.
Jika STY pernah dianggap berhasil melatih Timnas negaranya, Korea Selatan, iya benar.
Jika STY pernah mengalahkan Jerman di Piala Dunia, iya betul.
Jika STY tak dipakai lagi melatih timnas negaranya karena dinilai gagal, iya ini benar juga.
Berarti, STY pernah hebat. Tapi STY pernah juga tidak hebat.
Nah, ketika melatih Timnas Indonesia saat ini, STY dianggap hebat dan meraih banyak prestasi, itu mungkin tak terlepas karena waktu yang dimiliki untuk melatih Timnas relatif lebih lama. Sudah lima tahun, yakni sejak 2019 dan kabarnya diperpanjang lagi hingga 2027.
Dalam kurun waktu 20 tahun belakangan ini, belum ada pelatih Timnas yang diberi kepercayaan melatih selama itu. Pieter Huistra, pelatih asal Belanda menangani Timnas tak sampai satu tahun (Mei 2015-Juni 2015). Alfred Riedl, pelatih Austria diberi tiga kali kesempatan jadi pelatih, tapi itu pun setahun-setahun saja. Luis Milla, pelatih asal Spanyol juga hanya setahun (2017-2018). Simon McMenemy, pelatih asal Sklotlandia juga melatih Timnas hanya setahun (2018-2019).
Pada saat kepelatihan STY sekarang ini, rekrutmen pemain naturalisasi juga jauh lebih banyak dibanding pelatih-pelatih sebelumnya. Sebagai perbandingan, masa Luis Milla, pemain naturalisasi Timnas Indonesia yang dikenal hanya ada empat nama, yakni Ezra Walian, Beto Goncalves, Ilija Spasojevic, dan Stefano Lilipaly.
Di masa STY, sedikitnya ada 10 pemain yang dinaturalisasi. Rekrutmen ini sudah dimulai sejak era Timnas Indonesia U-20 yang disiapkan untuk Piala Dunia U-20, yakni Elkan Baggott. Berikutnya ada tiga pemain lagi, yakni Ivar Jenner, Rafael Struick, dan Justin Hubner. Selain itu, STY juga mendapatkan empat pemain naturalisasi, yakni Marc Klok, Jordi Amat, Sandy Walsh, dan Shayne Pattynama. Kemudian disusul lagi Jay Idzes dan Nathan Tjoe-A-On.
Di sisi lain, jika ada melontarkan kritik kepada STY dan menganggap STY tidak hebat, itu juga harus dianggap sebuah hal yang wajar. Karena bisa jadi ekspektasi yang sangat tinggi kepada STY, ternyata belum terwujud. Padahal sudah melatih dalam relatif waktu yang lama dan rekrutmen pemain naturalisasi yang lebih banyak. Ia juga mendapat gaji/honor yang relatif besar.
Kritikan datang, mungkin karena rekrutmen pemain lokal dinilai membingungkan. Belum berhasil melahirkan striker yang tajam yang berasal dari liga lokal.
Kritikan muncul, bisa juga mungkin karena di tangannya permainan timnas diangggap belum mengalami peningkatan yang diharapkan, apalagi timnas senior. Masih sering terlihat pemain kehilangan bola. Oper lawan, lego kawan. Tendang ke langit. Menit ke 70 mulai ngos-ngosan.
Soal kritik terhadap pelatih adalah hal biasa. Pep Guardiola, pelatih Manchester City justru masih kena kritik di saat tim yang dilatihnya berhasil meraih gelar juara Premier League Inggris, Liga Champions, Piala FA, Piala Super Eropa, dan Piala Dunia Antarklub pada tahun yang sama, tahun 2023 kemarin. Namun, pelatih asal Spanyol itu tetap santai menanggapi semua kritik yang datang.
Pelatih Argentina, Lionel Scaloni, juga mendapatkan kritik dari tokoh sepak bola negara itu Cesar Luis Menotti justru karena memanggil Lionel Messi ke skuad yang akan menghadapi Venezuela dan Maroko di Copa Amerika 2019.
Zinedine Zidane, pelatih Timnas Perancis dan Real Madrid juga mengalami hal yang sama. Ia juga kerap mendapat kritikan. “Saya sudah hidup dengan kritik selama 30 tahun. Saya akan mencoba untuk memperbaiki penampilan dan itu saja, tidak ada lagi,” kata Zidane menanggapinya.
Sekali lagi, apa yang disampaikan Towel terkait kepelatihan STY, adalah sebuah kewajaran. Jika di sana ada ketidakpuasan terhadap STY, ya itu tak bisa disalahkan.
Kritikan itu untuk mengingatkan. Kritikan itu untuk pengawasan. Kritikan itu untuk membangun. Kritikan itu untuk menyadarkan.
STY juga harus maklum, bahwa selalu akan ada orang yang mengingatkan. Ia tidak sendirian. Ada yang mengawasinya. Ada yang memberi masukan. Ada yang memperhatikan setiap gerak-gerik, tindak tanduk, dan ucapannya. Karena apa yang dilakukannya untuk timnas menyangkut jutaan warga, menyangkut olahraga yang paling diminati, menyangkut ekspektasi/harapan besar, dan menyangkut marwah bangsa dan negara.
Karena itulah, Timnas kita masih tetap butuh Towel.
Catatan: Arifin Saleh Siregar, Pecinta Timnas dari lereng Bukit Simarsayang, Padangsidimpuan.rel