Sufisme Jawa Kuno

Share:

 

Ilustrasi.ist


GARDA.ID | Sufisme Jawa Kuno


Purwadi, 

Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara, 

LOKANTARA. 

HP 087864404347


Tujuan sufisme Jawa kuno demi mendapat jalan kasampurnan. 

Masyarakat Jawa memiliki tata cara yang beraneka rupa. Budaya Jawa penuh dengan nilai simbolik. 


Untuk itu diperlukan ketajaman dalam membaca tanda tanda jaman. Sasmitaning ngaurip berarti hidup yang penuh dengan maknak simbolis. Orang Jawa suka tembang kinanthi yang melambangkan masa depan yang gemilang. 


Makna filosofis tembang Kinanthi terkait dengan usaha manusia dalam menyongsong masa depan yang lebih gemilang. Nilai simbolik berkaitan dengan aspek penandaan. 

Kata kinanthi yang berasal dari kanthi diberi sisipan ini, menjadi kinanthi, artinya: dikanthi, digandheng, disertai, ditemani. 


Sambang sambung piranti sosialisasi peradaban. Budaya adi luhung memuat nilai keluhuran. Tembang kinanthi sifatnya terkait mengandung makna pengharapan gandrung. 


Adat istiadat tentu memuat unsur tontonan dan tuntunan. Bermakna membawa atau menyertai dan diciptakan oleh Sultan Adi Erucakra. Gunanya untuk mengungkapkan rasa susah karena cinta. 


Cakra manggilingan merupakan pesan simbolik tentang nasib manusia. Nasib manusia berputar seperti roda. 

1. Kinanthi Mendhung sore


Esuk mendhung sore mendung, 

udane tanpa sarenti, 

mapan lagi nggarap sawah, 

wayah anggaru ngleleri, 

wisan gawe sapi sayah, 

awan dingon pinggir sabin.


Kawruh kejawen amat penting. Tafsir dan makna ajaran orang kerja di sawah dalam keadaan apa saja. Rela panas dan hujan. Semua tak dirasakan, demi kecukupan sandang pangan. Ketahanan pangan menjadi titik tolak untuk mewujudkan masyarakat yang ayem tentrem. Dengan cukup sandang pangan, maka masyarakat lebih bisa merasa bahagia. 


Prestasi dalam bidang lain pun dapat dijalankan dengan baik. Perlu adanya usaha tekun supaya berhasil. 


2. Kinanthi Gulangen ing Kalbu. 


Padha gulangen ing kalbu,

ing sasmita amrih lantip,

aja pijer mangan nendra,

kaprawiran denkaesthi,

pesunen sariranira

cegah dhahar lawan guling.


Dadiya laku nireku,

cegah dhahar lawan guling,

lan aja kasukan- sukan,

anganggowa sawatawis,

nora wurung ngajak ajak,

satemah nular ing batin.


Yen wis tinitah wong agung,

aja sira ngugung diri,

ywa paliket lan wong ala,

kang ala lakunireki,

nora wurung ngajak-ajak, 

atemahan nenulari.


Nadyan asor wijilipun,

yen kalakuwane becik,

utawa sugih carita,

carita kang dadi misil,

iku pantes raketana,

derapon mindhak kang budi.


Nasihat itu penuh makna. Tafsir dan makna ajaran yaitu. 

Berakit- rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang -senang kemudian. 


Nasihat ini perlu dicamkan oleh setiap orang. Jangan sampai congkak setelah jadi orang besar. Harus ingat asal usul. Orang tirakat sungguh tajam mata batinnya. Orang punya kepekaan. 


 Serat Wulangreh tersebut menjadi pelajaran penting bagi masyarakat Jawa untuk mempertajam kepekaan hati dalam sosial. 


3. Kinanthi Wanara. 


La si Paing kethek iku,

Esuk-esuk wis methangkring,

Ana ing gawanging lawang,

Nganggo klambi bolong mburi,

Kanggo dalan buntutira,

Noleh kambi ngiwi- iwi.


Hati nurani berkata jujur. Tafsir dan makna ajarannya:

Sindiran buat orang malas bekerja. Pagi sore siang malam menjadi beban orang. Tingkah laku yang tak perlu ditiru. Maka harus rajin bekerja. 


Hemat pangkal kaya, rajin pangkal pandai. Kebiasaan ini harus diajarkan pada generasi muda. Hewan kera hendaknya dilindungi demi keseimbangan alam.


4. Kinanthi Manut Mituhu Asih.


Lawan malih wulang ingsun, 

Margane wong kanggep nglaki, 

Dudu guna japa mantra, 

Pelet dhuyung sarat desti, 

Dumunung ing patrapira, 

Kadi kawinahya iki.


Perlu diperhatikan dengan teliti. Tafsir dan makna ajarannya:

Ajaran tentang rumah tangga ini cocok buat suami istri. 


Rumah tangga perlu dibangun dengan kerukunan. Agar terwujud suasana yang ayem tentrem. Kasih sayang dalam keluarga menjadi landasan pokok untuk membentuk sebuah masyarakat yang tangguh. Keluarga basis pembangunan lahir batin bagi masyarakat.


5. Kinanthi Mideringrat. 


Midering rat angelangut, 

Lelana njajah negari, 

Mubeng tepining samodra, 

Sumengka hanggraning wukir, 

Hanelasak wanawasa, 

Tumuruning jurang trebis.


Ketulusan bisa membuat kedamaian. Tafsir dan makna ajarannya:

Serat Manuhara melukiskan cinta sejati pada kekasihnya.


 Seolah- olah dunia seisinya tak ada yang menyamai. Lukisan yang begitu indah dan estetis. Kerap dikutip oleh pengrawit dan pesinden. Pilihan kata, diksi dan estetika memang menyentuh rasa. Tidak mengherankan jika syair ini amat terkenal.


6. Kinanthi Mirah Ingsun. 


Punapa ta mirah ingsun, 

Prihatin waspa gung mijil, 

Sengkang rinemekan gusti, 

Gelung rinusak sekarnya, 

Sumawur gambir melathi.


Hiasan berupa kata bijak. Tafsir dan makna ajarannya:

Pujangga Yasadipura memberi penjelasan tentang suasana perang Baratayuda.


 Para dalang kerap mengutip syair yang bagus ini. Ungkapan dalma tembang tersebut di atas berguna untuk menghidupkan suasana. Kehidupan penuh dengan nilai simbolik. 


Tanda tanda kehidupan perlu diulas dengan jalas. 

Dengan ungkapan estetis pagelaran bisa tampak hidup dan dinamis. Urip urup yang serba tertata.


Makna kawruh terkait dengan sistem tanda. Maka perlu tahu simbol. 

Simbolisme lagu Jawa diciptakan oleh para Pujangga. Hidup penuh dengan makna yang pantas direnungkan. Itulah sasmitaning ngaurip.


Kawruh kasampurnan termasuk ngelmu Kasepuhan. Sangkan paraning dumadi lan dumadine sangkan paran.rel

Share:
Komentar

Berita Terkini