![]() |
Ilustrasi |
GARDA.ID | Mataram Kartasura semakin berkilauan. Rajanya bernama Sri Amangkurat Mas. Lahir di Surabaya pada tanggal 16 Juli 1671. Nama kecil GRM Sutikno. Raja yang bijak bestari.
Ayahnya Amangkurat Amral. Ibunya putri bernama Kanjeng Ratu Madureno, putri Adipati Cokronagoro Bupati Sumenep. Sejak kecil Amangkurat Mas belajar di pondok pesantren Pasuruan.
Garwa prameswari Amangkurat Mas bernama Ratu Lembah putri Paku Buwana I. Lahirlah Ratu Kencono Fatimah yang menikah dengan Adipati Cakraningrat bupati Kediri. Dari pernikahan ini Lahir Raden Mas Tepasana yang menurunkan Pangeran Mangkunegara Kartasura.
Leluhurnya adalah Pangeran Pekik Bupati Surabaya. Eyang putrinya Ratu Wandansari, adik Sultan Agung. Keduanya adalah putra Prabu Hadi Hanyakrawati raja Mataram 1601-1613.
Makam Amangkurat Mas di Setono Gedong Kediri. Bersama pula Syekh Alwasil Samsudin, Wali Akbar, Sunan Sumendhe, Sunan Bakul Kabul, Sunan Kembang, Tumenggung Sastronagoro, Nyi Ageng Siti Fatimah. Mereka masih keturunan Prabu Jayabaya raja Kediri.
Sri Sunan Amangkurat Mas meneruskan cita-cita orangtuanya. Saat itu sang raja terlalu erat berhubungan dengan saudagar dari Taiwan, Tiongkok, Korea dan Jepang.
Tampaknya bisnisman dari Asia Selatan, Barat, dan Eropa kurang mendapat perhatian. Sudah barang tentu muncul kompetisi yang kurang sehat. Tetapi masalah ini pun bisa diatasi.
Pada masa pemerintahan Susuhunan Amangkurat Mas ini mulai diadakan eksplorasi energi gas bumi di daerah Purwodadi. Beliau mengundang investor dari Tiongkok. Usaha ini berhasil gemilang. Bahkan banyak pemuda pemudi Kartasura yang dikirim ke Tiongkok untuk belajar manajemen gas bumi. Negara bert ambah makmur. Lantas usaha diperluas dengan program pengelolaan minyak tanah di kawasan Cepu. Saat itu daerah Tuban, Bojonegoro dan Blora banyak sumur minyak tanah yang mengalir deras.
Amangkurat Mas bekerja sama dengan pengusaha Korea dan Taiwan.
Politik Amangkurat Mas yang condong ke Asia Tengah ini kurang disukai oleh pemain lama. Terutama bisnisman dari Eropa, tentu mereka selalu gelisah, jengkel dan marah. Patron klien dalam bidang binis merembet ampai dalam kraton. Keluarga utama pun mulai terjadi perbedaan dan persaingan. Politik yang dijalankan Sri Susuhunan Amangkurat Mas menganut faham kapital liberalisme. Tentu saja mendapat tantangan keras dari kelompok mapan.
Silsilah Amangkurat III, Bratadiningrat (1990) meriwayatkan silsilah Sunan Amangkurat III. Kutipan dalam bahasa Jawa secara lengkap adalah sebagai berikut : Ingkang Sinuwun Kanjeng Susuhunan Amengkurat III (1703-1708) putra dalem Ingkang Sinuwun Prabu Amangkurat II ing Kartasura. Asma timur B.R.M.Gusti Sutikno.. Nalika jaman semanten punika manawi jumenengan nata tamtu kedah wonten sesepuh. Ingkang mbotohi ingkang majeng manawi wonten bot repotipun Panjenengan Dalem Nata. Makam Amangkurat Mas di Setono Gedong Kediri selalu dimuliakan sepanjang masa.
B. Trah Sunan Mas
Raden Mas
adalah cucu Sri Amangkurat III. Ayahnya bernama GRM Heru Cokro.
Pangeran Purbaya sangat akrab dengan raja. Segala sesuatunya banyak berembug dan membicarakan dengan Pangeran Purbaya. Hal ini menimbulkan dampak yang sangat luas terhadap para kawula. Banyak yang senang dan tak sedikit pula yang membencinya.
Namun, satu hal yang tidak dapat diungkiri, raja sayang sekali kepada Pangeran Purbaya. Bahkan raja menyadarinya, siapakah sebenarnya Pangeran Purbaya itu. dianggapnya tak lebih dari satru musuh yang utama dan dijadikan kelangenan raja.
Tindakan Pangeran Purbaya terhadap para kawula sangat tegas, tetapi juga mengundang masalah. Sebab, barang siapa yang tidak menurut akan kehendaknya tentu dipecatnya. Adalah suatu keuntungan kalau hanya diturunkan pangkatnya saja. Itulah sebabnya, Pangeran Purbaya disayang dan juga dibenci.
Putra Danureja, seorang putra yang bernama Ki Gandewor diterima mengabdi pada raja. Raden Mas Umar putra dari Pangeran Arya yang telah diangkat sebagai putra raja, menderita sakit cacar. Tak lama menderita, meninggal dunia. Tinggal satu putra Pangeran Arya ialah yang bernama Raden Mas Sahid. Bersama-sama dengan kedua adiknya yang terlahir dari lain bibi, ialah Raden Mas Ambiya dan Raden Mas Sabar, mereka mengabdikan diri pada raja.
Kehidupannya sangat menyedihkan, makan bersama-sama dengan punggawa-punggawa kecil, namun pekerjaannya bercampur dengan orang-orang yang berpangkat. Keluarga Tepasana, terdiri dari lima orang laki dan perempuan, mereka adalah : yang tertua bernama Raden Wiratmaja. Seorang putri diperistri Ki Puspadirja Batang (adik Ki Tumenggung Batang yang dibuang). Seorang putri diperistri raja. Sangat cantik wajahnya, lagipula mempesona tingkah lakunya. Namanya Retna Dumilah. Seorang putri diperistri Pangeran Buminata. Bungsu terlahir laki-laki.
Akan halnya Raja memang rupawan. Kebagusannya sudah terkenal di mana mana, apalagi banyak cerita -cerita yang turut meramalnya. Bahwasanya seorang bangsawan yang bijaksana, lagipula baik hatinya. Adalah tidak mustahil, banyak kawula yang mengabdikan diri. Raja pun turut senang. Keluarga Pangeran Hangabehi yang terdiri dari : yang tertua bernama Raden Mas Gunung dan bungsunya bernama Raden Mas Guntur.
Keduanya oleh raja dititipkan kepada Patih Natakusuma.
Adapun kedua putra- putra raja, yang tertua diberi gelar Ratu Alit, yang termuda diberi gelar Raden Ayu Kadaton. Ratu Kancana masih saja melahirkan putra. Namun, putra yang terlahir tak lama menghirup udara fana. Begitu lahir, tak lama meninggal. Selama mengandung, Ratu Kancana selalu menyandang sakit.
Sehingga banyak menimbulkan kesusahan- kesusahan, demikian pula para kawula raja turut bersedih hati. Banyak sudah para dukun, ahli jampi dikumpulkan untuk diminta sarana bagaimana agar selama mengandung Ratu Kancana tidak merasakan penderitaan sakit lagi. Cucu Amangkurat III yang bernama Raden Mas Garendi ini cukup luwes bergaul dengan pengusaha dari Asia Tengah. Ayahnya bernama Pangeran Herucakra yang menjalankan bisnis besar di kota Semarang.
C. Pengembangan Sastra Budaya
Dhandhanggula Semut Ireng
Semut ireng anak-anak sapi,
Kebo bungkang nyabrang ing bengawan,
Keyong gondhang prak sungute,
Timun pikulan wolu,
Surabaya geger kepati,
Ana wong ngoyak macan,
winadhahan bumbung,
Alun-alun Kartasura,
Gajah meta cinancang wit sidogori,
Mati cineker ayam.
Ajaran di atas menganjurkan agar seseorang berjiwa besar dan mau untuk selalu optimis. Kemajuan diperoleh dengan perjuangan yang gigih dan tidak mengenal lelah. Pada masa kraton Kartasura sebagai ibukota Mataram, rakyat mendapatkan kehidupan yang aman tentram, makmur dan sejahtera. Pada jaman pemerintahan Sinuwun Amangkurat III ini terdapat serat-serat Jawa yang dipadukan dengan cerita Timur Tengah. Misalnya Serat Ambiya dan Serat Kanda.
Menurut Poerbatjaraka (1952) kitab-kitab ini diciptakan pada jaman kraton Kartasura. Orang mengira bahwa masuknya cerita Menak ditanah Jawa dalam jaman Mataram atau sebelumnya itu bersama- sama dengan masuknya cerita- cerita Arab yang lain-lain, umpamanya kitab Ambiya.
Adapun yang dikisahkan dalam kitab Ambiya itu ialah perihal Tuhan tatkala mulai mencipta dunia. Mula mula diciptakan cahaya. Kemudian kentallah cahaya itu menjadi ratna lalu menjadi air dan buih; buih itulah yang kemudian menjadi langit yang tujuh. De¬mikian selanjutnya.
Kemudian kitab itu mengisahkan perihal Nabi Adam tatkala dicipta oleh Tuhan, setelah itu Ibu Hawa. Iblis datang menggodanya; maka turunlah bapa Adam dan ibu Hawa kedunya dan berputeralah akan Hawa itu. Tiap-tiap kali melahirkan, kembarlah anaknya. Setelah putera- puteranja itu dewasa, maka berkehendaklah nabi Adam akan mengawinkan mereka itu. Yang mana baik parasnya hendak dikawinkan dengan yang jelek. Ibu Hawa tak setuju akan cara yang demikian itu. Maunya, yang jelek dikawinkan dengan yang jelek dan yang baik dengan yang baik. Perselisihan timbul antara Nabi Adam dan Ibu Hawa, sehingga menyebabkan lahirnya nabi Sis tiada dengan ibu.
Putera Nabi Adam yang baik kawin dengan yang jelek.
Tetapi ada juga diantara putera puteranya yang baik parasnya melarikan diri ke benua Cina bersama-sama dengan putera yang baik parasnya pula. Kemudian mereka itu menyembah berhala. Kitab Ambiya menceriterakan kisah sang Habil dan sang Kabil tatkala berebutan seorang-orang perempuan yang cantik akan diperisteri.
Akhirnya terjadi sang Habil dibunuh oleh sang Kabil. Maka dihukumlah sang Kabil itu oleh Tuhan, dipipit didalam tanah, terus tenggelam masuk neraka. Nabi Adam itu oleh malaikat Jabarail di¬bantu dalam hal belajar bekerja: pandai besi, mem¬buat bermacam-macam perkakas dan diberilah ia berjenis-jenis biji makanan.
Akan nabi Sis yang tiada mempunyai pasangan itu diberilah beliau seorang bidadari akan jadi jodohnya, dewi Mulat namanya. Setelah Nabi Adam mangkat, maka Nabi Sislah yang menggantikannya sebagai kalifatullah. Nabi Sis wafat, diganti oleh Sang Anwas - Pinat - Mutakalil Majid yang kena bujukan Iblis membuat arca emas yang dipuja- pujanya diganti oleh Samudabil, bergelar Nabi Idris. Nabi Idris ini amat bakti kepada Tuhan. Maka naiklah ia kesorga dan tak mau kembali lagi kedunia. Setelah Nabi Idris hilang, maka dibuatlah lagi arca oleh anak cucunya serta dipuja-pujanya.
Putera Nabi Idris yang bernama Saleha diganti oleh Sakir, kemudian Sang Sakir diganti oleh Sang Malik Masalik yang menjadi Nabi bergelar Nabi Nuh. Nabi Nuh ini amat dibenci oleh orang -orang kafir.
Dunia tergenang, tetapi Nabi Nuh sudah siap dengan sebuah perahu. Si iblis turut didalam perahu itu. Maka tersebarlah keturunan Nabi Nuh di mana-mana.
Setelah mengisahkan nabi yang lain-lain, maka dikisahkanlah raja Namrud dinegeri Habil. Diceritakan pula lahirnya nabi Ibrahim. Setelah nabi Ibrahim itu dewasa, ditaklukannya akan raja Namrud itu beserta tentaranya. Maka kawinlah nabi Ibrahim dengan dewi Sarah dan berputera seorang anak laki-laki nabi Ismangil namanya. Demikianlah selanjutnya, sampai pada terjadinya air zam-zampun dikisahkan pula.
Pendeknya, kitab Ambiya itu hanya melulu meriwayatkan para Nabi. Sayid Anwar, putera Nabi Sia yang diceritakan orang menurunkan dewa-dewanya belum ada.
Dikira-kirakan orang bahwa semua kitab Ambiya itu, sampai kita Ambiya yang ada pada waktu inipun, buatan pada permulaan jama Surakarta. Akan tetapi masuknya cerita itu ditanah Jawa, sudah barang tentu lebih awal lagi;kira-kira sebelum jaman Kartasura (Poerbatjaraka, 1952).
Menilik lenggang bahasanya dan kata-katanya sudah terang bahwa kitab Kanda itu buatan jaman Kartasura. Adapun yang diceritakan itu bermacam-macam sekali. Sebab didalam kitab Kanda itulah bercampurnya cerita-cerita Jawa dengan cerita-cerita Islam. Supaya terang maka saya kutipkan disini beberapa perturutan ceritanya, hanya diambil yang perlu-perlu saja.
Permulaan cerita kitab Kanda itu lantas saja mengisahkan peri keadaan setelah Nabi Adam banyak puteranya. Kehendak Nabi Adam putera yang baik parasnya akan dikawinkan dengan putera yang buruk; ibu Hawa lain kehendaknya, yang baik kawin dengan yang baik pula. Sang Kabil tak mau tunduk kepada peraturan ayahnya, sehingga membunuh kakaknya, sang Habil. Calon isteri sang Habil yang baik parasnya, diambil olehnya akan jadi isterinya.
Kemudian akan sang Kabil itu menjadi murid sang Iblis yang mengaku dirinya sebagai Tuhan dan bergelar Manik-maya. Maka disuruhlah oleh Manikmaya akan sang Kabil itu pergi ke tanah Bumi Kaca. Di sana sang Kabil berputera dua orang. Yang seorang perempuan, sang Daliyah namanya, yang seorang lagi laki-laki, Dabil namanya. Setelah kedua putera itu sudah besar inginlah sang Kabil menengok ayahnya, Nabi Adam. Tiba di Mekah sang Kabilpun lantas pergi ke rumah Nabi Sis.
Tetapi nabi Sis kebetulan tiada di rumah. Yang ada hanyalah isterinya yang sedang mengandung. Maka isteri nabi Sis itupun tiada mau menerimanya, takut kalau- kalau kena kutuk nabi Adam. Maka dikatakannyalah kepada isteri nabi Sis oleh sang Kabil, bahwa anak yang sekarang sedang dikandung itu, kelak akan menjadi menantunya.
Sang Kabilpun melanjutkan perjalanannya, akan tetapi kemudian ia kejatuhan hukuman dari Tuhan, terjepit oleh bumi lalu masuk neraka. Adapun isteri nabi Sis itu jadilah melahirkan seorang anak laki-laki. Sedianya akan diberi nama oleh ayahnya nabi Sis, tetapi tiada ia mau. Ia sendiri akan memilih nama, yakni nama Nuryahya. Nabi Sis murka, sang Nuryahya dienyahkannya. Maka bertemulah ia dengan sang Iblis yang bergelar Manik-maya itu. Supaya besar kepercayaan sang Nuryahya kepadanya diajaknyalah sang Nuryahya itu naik ke langit tujuh. Sag Nuryahya itupun minta diwejang.
Maka ditamparlah mukanya sehingga pingsan.
Setelah pingsan lalu dibedahnya dadanya, isi perutnya dibalikkannya, kemudian dikencinginya. Seketika itu juga lupalah sang Nuryahya akan keluarganya yang ada di Mekah. Maka disuruhlah sang Nuryahya pergi ke BumiKaca berkumpul dengan putera sang Kabil dan kawin dengan sang Daliyah. Nabi Adam mempunyai seorang putera yang bernama Sang Kalkah sudah meninggal dan ada meninggalkan seorang puteri Sang Hampiyah namanya. Ibu Sang Hampiyah itupun sudah meninggal pula. Maka yatim-piatulah ia, lalu dipelihara oleh nenenda, Nabi Adam.
Pada suatu malam datanglah sang Nuryahya mendapatkan sang Hampiyah akan dibujukinya. Maka terbujuklah sang Hampiyah itu lalu ikut sang Nuryahya pergi ke Bumi Kaca. Manik-maya datang ke Bumi Kaca, menyamar sebagai pendeta. Ia berkata kepada sang Dabil bahwa sang Kabil, ayahnya itu sudah meninggal dunia dibunuh oleh Nabi Sis.
Sang Dabil terkejut dan menaruh dendam kepada nabi Sis. Sang Nurcahya tiba di Bumi Kaca dan juga kawin dengan sang Daliyah. Adapun sang Hampiyah itu menjadi isteri sang Dabil. Maka dirajakan oranglah akan sang Nuryahya itu dan sang Dabilpun menjadi patihnya. Oleh sang Manik-maya diperintahkan supaya sang Nuryahya membalas dendam menyerang negeri Mekah, merusak agama Nabi Adam, serta menyiarkan agamanya sendiri, apabila Nabi Adam dan nabi Sis sudah meninggal.
Adapun sang Nuryahya itu mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi nama Nurrasa. Isteri sang Dabilpun mempunyai anak kembar, yang seorang laki-lakim, yang seorang lagi perempuan.
Akan anaknya yang perempuan itu disusui oleh ibu sang Nurrasa, dan kelak akan dikawinkan dengan Nurrasa. Sesungguhnya saudara sepenyusunan itu tidak boleh menjadi suami isteri. Setelah besar, maka jadi juga sang Nurrasa kawin dengan saudaranya sepenyusuan itu. Adapun anak-anak kembar yang laki-laki itu dinamai sang Bilik. Kemudian sang Bilik itu kawin dengan Talsiah. Anaknya yang sulung bernama sang Halmahil.
Tersiarlah kabar bahwa nabi Adam sudah wafat. Maka berdatang sembahlah sang Dabil kepada sang Nurcahya bahwa waktu untuk menyerang negeri Mekah sudah tiba, tetapi sang Nurcahya akan menanti sang Manikmaya dahulu.
Tak lama kemudian datanglah sang Manikmaya memerintahkan kepada sang Nurcahya agar sang Nurrasa diangkat menjadi raja. Sang Nuryahya disuruhnya menjadi pendeta. Sang Dabil disuruhnya menyerang negeri Mekah. Sang Nuryahya ditempatkan di gunung Jamil Imam keratin sang Manik-maya sendiri. Barang siapa tinggal di sana biarpun kena sakit, mati takkan. Maka pergilah sang Dabil beserta besarnya menyerang negeri Mekah.
Orang- orang Islampun dibujuknya supaya berbalik menjadi orang kapir. Raja Mekah, putera nabi Sis yang bernama sang Awas, memerintahkan puteranya, sang Rahil, supaya mengundangkan kepada sekalian rakyatnya bersiap- siap untuk perang sabil melawan orang-orang kapir. Setelah terjadi pertempuran, kalahlah orang- orang kapir itu; Sang Dabil dan Sang Halmahil mati di dalam peperangan.
Sang Awas turun tahta dan menyerahkan kerajaannya kepada puteranya, sang Rahil, tak lama kemudian sang Awas itupun mangkatlah.
Sang Nurrasa menerima laporan bahwa peperangan melawan Mekah kalah. Maka diperintahkannya kepada sekalia rakyatnya supaya bersamadi, memanggil sang Manikmaya. Sang Manik-maya itupun datang dan memberi perintah agar putera sang Bilik yang sulung, sang Huhud namanya dirajakan. Sang Nurrasa beserta dua orang puteranya dan sang Bilik disuruh ikut ke istananya. Setelah tiba di istana sang Manik-maya itu, maka seorang daripada putera sang Nurrasa itupun didudukkan di atas tahta akan menggantikan sang Manikmaya sebagai raja kayangan, bergelar Sang hyang Wenang. Akan putera yanglain itu karena buruk rupanya dijadikan budak sang hyang Wenang dan diberi nama sang hyang Tunggal. Dalam hal kesaktian yang lain-lain Sang hyang Tunggal ini melebihi sang Hyang Wenang.
Sang Bilik dirajakan di tanah Ayamingrat yang letaknya di kaki sebuah bukit, tempat istana Sang hyang Wenang dan bergelar Tambud. Ada seorang saudara Sang Tamhud yang dijadikan patihnya, bernama sang Kanekayam. Sang Manikmaya berkata kepada Sang hyang Wenang, jika ada orang yang taat kepada agamanya harus dimasukkan ke sorga kayangan. Sang hyang Wenang menjadi raja di gunung Ayam. Di negeri itu orang-orang hidupnya campur dengan jin.
Sang Nurrasa yang mengikuti sang Manikmaya itu diajaknya mengelilingi dunia. Setelah datang di makam nabi Adam, makam itu akan dirusaknya, supaya agama Adam lenyap dari muka bumi. Sang Manik-maya dan sang Nurrasa itupun kena tulah terempas angin rebut dan jatuh di negerinya sendiri. Sang Nurrasa kena tulah nabi Adam. Badannya, sampai pada tulang- tulangnya menjadi hitam. Sang hyang Wenang sudah kawin dengan putera sang Bilik yang bungsu. Adapun akan sang hyang Tunggal, tiada mau ia kawin. Sang hyang Wenang berputerakan seorang puteri sang Nirati namanya.
Akan sang Nirati itu buruk rupanya. Maka berputeralah pula sang hyang Wenang itu seorang anak laki-laki yang diberinya nama sang Sumba atau Sambu.
Sang Sambu itu berlengan empat. Sebabnya maka Sang hyang Wenang itu berputerakan seorang yang berlengan empat itu ialah karena Sang hyang Wenang dianggap kena tulah Sang hyang Tunggal, sebab mendahului kawin dan lebih dahulu mempunyai putera. Akan kesalahannya itu Sang hyang Wenang minta maaf kepada Sang hyang Tunggal, dan diberinya juga maaf oleh Sang hyang Tunggal itu. Isteri sang hyang Wenang melahirkan lagi seorang anak perempuan; anak ini kalau menurut ceritera-ceritera di luar Jawa disebut dewi Sinta.
Putera puteri yang dilahirkan setelah Dewi Sinta, menurut ceritera di luar Jawa disebut Dewi Ladi, menurut ceritera Jawa disebut dewi Landep.
Sang Manikmaya mendengar kabar bahwa dunia akan dirusak. Orang-orang yang tidak memeluk agama nabi Nuh aka mati tergenang air.
Maka datanglah sang Manikmaya kepada Sang hyang Wenang dan sang hyang Tunggal memberi tahukan kepadanya bahwa sekalian umatnya akan digulung semuanya, dimasukkan ke dalam badannya. Demikian pula istana serta bukit seisinya. Sebabnya ialah karena dunia hendak dirusaknya, bumi akan digenangi air. Kelak kalau dunia sudah bersih, hendak dibangun kembali.
Sang hyang Wenang menuruti sekalian perkataan Sang Manikmaya. Sang Manik-maya pergi mendapatkan Sang Tamhut yang tinggal di Ayamingrat itu. Akan sang Tamhut itu berputerakan seorang puteri, sang Uma namanya. Puteranya yang laki-laki bernama sang Ratugena, ada lagi puteranya puteri, sang Bayu namanya. Patih Kanekayam berputerakan seorang anak laki-laki, sang Pangat namanya, adiknya bernama sang Gariti. Pada waktu sang Manik-maya bertemu dengan sekalian mereka itu, maka digulungnyalah mereka itu lalu dimasukkannya ke dalam badannya.
Dapat juga Sang Manikmaya berbuat demikian, karena pada waktu ia dipecat dari kedudukannya sebagai malaikat, ia minta kesaktian kepada Tuhan serta minta ijin pula akan menggoda anak- cucu nabi Adam. Tuhan mengabulkannya dengan perkataan: barang yang mau.
Sehabis sang Manikmaya menggulung segala apa yang perlu- perlu ke dalam badannya itu, maka pergilah ia mendapatkan nabi Nuh, yang pada waktu itu baru memasukkan sepasang binatang dari tiap jenis ke dalam perahunya. Pada waktu itu Ijajil berpegang pada ekor keledai. Maka sukarlah keledai itu akan naik ke perahu. Akhirnya setelah Nab Nuh itu amat kesal hatinya berkatalah beliau Syaitan naiklah?
Keledai itupun meloncat ke dalam perahu, tapi syaitan atau Manikmaya itupun ikut juga.
Setelah air bah sudah surut, kembalilah sang Manikmaya ke bukit Ajal-iman.
Di situ dikeluarkanlah lagi orang-orang dan segala perabot- perabot yang digulungnya dan dimasukkan ke dalam badannya dahulu itu. Sang hyang Wenang diperintahkannya turun tahta dan menyerahkan kerajaannya kepada puteranya yang bernama sang Samba, Sumba atau Sambu, yang diberinya nama batara Guru dengan gelaran sang hyang Jagatkarana. Sang hyang Wenang masih memegang purbanya, adapun wasesanya diberikan kepada batara Guru. Kemudian batara Guru disuruhnya cabut gunung tempat istananya, dan membawanya ke pulau Jawa.
Sang Hyang Wenang tetap tinggal di Ajam-iman. Sang Pangat, yang diceriterakan orang putera sang Kanekayam itu kemudian menjadi bagawan Narada atau Sang Kanekaputra.
Di dalam kitab Kanda Nabi Sis terus saja berputerakan Sang Nuryahya yang menurunkan dewa-dewa di tanah Jawa.
Sang Nuryahya berputera sang Nurrasa yang berputerakan Sang hyang Wenang dan Sang hyang Tunggal. Sang hyang Tunggal ini kelak menjadi Semar. Sang hyang Wenang berputera sang Sambu, Sambu atau Sumba yang kemudian menjadi batara Guru. Batara Guru ini berlengan empat, bergelar sanghyang Jagadkarana. Jadi sang hyang Tunggal atau emar itu jika menurut kitab Kanda adalah paman kepada batara Guru.
Sang Manik dan sang Maya itu kemudian menjadi batara Guru dan Semar.
Menurut kitab Kanda Manikmaya itu gelar Sang Iblis, Idjadjil. Sekarang bertanyalah saya. Di mana orang Jawa tiada akan bingung jika membaca kitab- kitab itu serta membanding-bandingkannya. Di mana dapat ceritera Jawa itu dicampur adukkan dengan ceritera Arab. Itu hanyalah suatu usaha akan menempatkan para dewa di bawah pemimpin -pemimpin Islam, yakni para Nabi.
Tuhan orang Jawa asli itu terdesak oleh Tuhan bangsa Indu, yakni batara Siwa Tuhan dari orang Jawa tulen itu pada jaman Indu-Jawa sampai akhir jaman Majapahit terdesak sama sekali. Tapi serentak pengaruh Indu itu sudah berkurang dan kemudian hilang, maka Tuhan orang Jawa asli muncul kembali dan tempatnya di atas Tuhan Indu, yakni Sang hyang Taya, sang hyang Wenang, Sang hyang Tunggal.
Nama seorang -orang Pembesar yang ditempatkan di atas batara Siwa. Dengan demikian bisa untuk berkarya cipta pada masa kraton Kartasura ini cukup berkembang. Raja yang memerintah senatiasa memperhatikan bidang kebudayaan.
D. Trah Patih Sindureja.
Kraton Mataram yang beribukota di Kartasura memiliki patih yang bernama Patih Sindureja. Sebelumnya ketika Kraton Mataram beribukota di Kotagedhe dan Pleret nama patihnya yaitu Patih Mandaraka.
Ketika Mataram pindah ke Kartasura patihnya bernama Patih Pringgalaya. Setelah Ki Ageng Pemanahan membuka atau babat alas Mentaok untuk mendirikan Kerajaan Mataram di Kotagede maka adiknya yang bernama Kyai Ageng Karotangan yang semula bertempat tinggal di Piyungan Bantul kemudian diperintah untuk pergi ke Daerah Magelang membuka alas atau babat alas Kedu Magelang untuk meluaskan wilayah kerajaan Mataram Islam yang dahulu kala bekas kerajaan Mataram Hindu. Di daerah tersebut Kyai Ageng Karotangan dapat mengembangkan ilmu pertanian mengingat kerajaan Mataram Islam adalah kerajaan agraris.
Bukti tersebut dengan adanya Dusun Parimono dari asal Onopari = sudah ada padi berubah menjadi Parimono dan sekarang disebut Paremono.
Kyai Ageng Karotangan juga menyebarkan agama Islam di daerah Kedu Magelang, karena itu beliau mendapat gelar Wali Nubuwah yang artinya mempunyai Ilmu Kewalian atau penerus Wali Sanga. Kyai Ageng Karotangan tidak kembali ke Mataram tapi menyatakan untuk tinggal menetap di Paremono dan beliau wafat kurang lebih tahun 1595 M dimakamkan di Paremono Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang di las Kedu Magelang dan Temanggung Kedu Bumijo.
Amangkurat Agung beserta putra mahkota Raden Mas Rahmat ke Tegal Arum. Sementara adik putra mahkota bernama Pangeran Puger menyingkir ke Jenar Kebumen. Pada tanggal 7 Juli 1677 Putera Mahkota Raden Mas Rahmat dinaikkan tahta menjadi raja Mataram dengan gelar Amangkurat Amral di Tegal Arum secara de facto dan saat itu Amangkurat Agung pada tanggal 13/14 Juli 1677 wafat dimakamkan di Tegal Arum.
Untuk membangkitkan aura syarat kekuatan gaib dan kekuatan nyata kewibawaan Mataram maka Amangkurat II Amral memerintahkan kepada salah satu keturunan dari Kyai Ageng Karotangan dari Parimono Kedu Magelang yang bernama Pranantaka/ Arya Sindureja untuk memetik bunga Wijayakusuma di pulau Nusakambangan Cilacap dengan perjalanan menggiring bebek selama 7 hari dan laku prihatin berdoa dan berpuasa selama 40 hari akhirnya mendapatkan kembang Wijayakusuma sebagai syarat penaikan tahta Mataram.
Menurut keterangan cara memetik kembang Wijayakusuma tidak dengan tangan tetapi dengan cara gaib melalui samadi. Sebelumnya para utusan raja melakukan upacara melabuh atau sedekah laut di tengah laut dekat pulau Karang Bandung. Sebelum dipetik, pohon itu dibalut terlebih dahulu dengan cinde sampai ke atas. Dengan berpakaian serba putih utusan itu bersamadi di bawahnya.
Karena keberhasilan memetik bunga itu Pranantaka diberi gelar Tumenggung Raden Arya Sindureja. Sementara ayahnya Raden Arya Sindureja yang bernama Patih Mandaraka III diperintahkan supaya mewisuda putra mahkota Raden Mas Rahmat menjadi Raja Mataram dengan gelar Amangkurat II Amral. Karena waktu penobatan berbaju admiral maka orang Jawa menyebutnya Amral dan Mandaraka sebagai patihnya dengan gelar Patih Mondaraka III selama satu tahun.
Tahun 1678/ 1679/ 1680 Tumenggung Raden Arya Sindureja diangkat menjadi Bupati Tegal. Pada bulan Desember tahun 1680 Amangkurat II Amral mendirikan kraton Mataram Kartasura di hutan Wonokerto atas petunjuk Tumenggung Urawan dengan Patih Nerangkusuma.
Pada tahun 1701 M Patih Sindurejo I menyatakan meletakkan jabatan sebagai Patih dan memilih kembali ke desa asal di Paremono Kedu Magelang.
Pada tahun 1703 M Patih Raden Sindurejo I wafat dimakamkan di asal Parimono Kedu Magelang dan sekarang disebut makam Astanalaya Pesarean Agung Paremono berada di Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang. BRA Kleting Kuning istri Patih Raden Sindurejo I juga dimakamkan di Paremono. Patih Mataram Kartasura digantikan oleh Raden Mas Gerid, Patih Adipati Sindurejo II, beliau yang ikut memindahkan kraton Mataram Kartasura ke Kasunanan Surakarta oleh Susuhunan Paku Buwono II.
Patih Adipati Sindurejo II juga dimakamkan di Paremono (Widodo, 2018). patih merupakan jabatan perdana menteri jaman kerajaan Mataram. Amangkurat Mas punya perdana menteri yang ahli mumpuni.rel/purwadi