
JAKARTA — Pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dinilai berhasil menempatkannya sebagai salah satu pemimpin alternatif dunia yang patut diperhitungkan.
Direktur Geopolitik GREAT Institute, DR. Teguh Santosa, menyebut pidato Prabowo sebagai salah satu yang terbaik tahun ini, bahkan berpotensi dikenang seperti pidato Presiden Soekarno pada 1960 berjudul To Build the World Anew.
"Pidato Prabowo merupakan salah satu pidato terbaik sidang Majelis Umum PBB tahun ini. Dan saya kira akan dikenang untuk waktu yang cukup lama, seperti pidato Bung Karno di PBB pada tahun 1960," kata Teguh dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu (24/9/2025).
Prabowo tampil sebagai pembicara ketiga setelah Presiden Brazil Luiz Inácio Lula da Silva dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Jika pidato Trump disebut hambar dan minim atensi, sebaliknya, Prabowo mendapat sambutan hangat dan pujian dari para pemimpin dunia yang hadir di General Assembly Hall.
Menurut Teguh, Prabowo tidak hanya menyinggung soal persatuan kemanusiaan yang memandang setara ras, agama, dan kebangsaan, tetapi juga menguraikan tantangan global di era ketidakpastian. Dengan mengangkat pengalaman Indonesia dari masa penjajahan hingga menjadi pemain kunci dunia, Prabowo menegaskan solidaritas internasional sebagai modal utama perdamaian hakiki.
Dosen Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu juga menilai keberanian Prabowo dalam mengajak dunia meninggalkan "doktrin Thucydides" patut diapresiasi. Doktrin sejarawan Yunani abad ke-5 SM tersebut selama berabad-abad dijadikan pembenaran dominasi negara kuat atas negara lemah.
"Presiden Prabowo berani mengajak para pemimpin dunia untuk mengakhiri doktrin Thucydides. Ini pesan kuat bahwa dunia harus meninggalkan logika penindasan dan beralih pada kerja sama setara," ujarnya.
Teguh juga menyoroti komitmen Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina. Ia menilai Prabowo tidak menjadikan isu Palestina sebagai poster politik semata, melainkan menunjukkan langkah konkret, termasuk kesiapan mengirim pasukan penjaga perdamaian.
"Saya kira setelah Indonesia menyampaikan kesediaan mengirim pasukan penjaga perdamaian ke Palestina, ada baiknya negara-negara Eropa dan sekutu Israel yang mulai mengubah pandangan juga ikut mengirimkan pasukan," tutupnya. []