Minggu, 28 September 2025

Peran Akademisi, Pemilih Pemula di Tahun Politik dan Pentingnya Peran Media Siber Mendorong Pemilu 2024 Berkualitas

Garda.id - Rabu, 22 Februari 2023 07:44 WIB
Peran Akademisi, Pemilih Pemula di Tahun Politik dan Pentingnya Peran Media Siber Mendorong Pemilu 2024 Berkualitas
Peran Akademisi, Pemilih Pemula di Tahun Politik dan Pentingnya Peran Media Siber Mendorong Pemilu 2024 Berkualitas

 

Dr.M.Isa Indrawan,S.E.,MMb(Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi Medan)

Medan | Garda.id

Indonesia sebagai negara demokrasi akan kembali melakukan pemilihan umum (pemilu) eksekutif serta legislatif secara serentak pada tahun 2024. Hajatan politik ini menjadi momentum bagi masyarakat untuk menyalurkan hak pilihnya, baik untuk DPR, Kepala Daerah, maupun Presiden. 


Dalam banyak literatur ilmu politik, tujuan pelaksanaan pemilu bukan saja semata-mata terkait dengan regenerasi kepemimpinan, memperkuat legitimasi pemerintahan ataupun sarana sosialisasi dan pendidikan politik untuk warga negara, melainkan juga sebagai sarana integrasi bangsa. 


Pelaksanaan pemilu memberikan kesempatan yang luas kepada seluruh warga negara untuk ikut serta dalam kepemimpinan politik melalui jalur pemilihan eksekutif ataupun legislatif. Di samping itu, pemilu juga mengedepankan adanya kompetisi yang bebas dan adil untuk menghadirkan legitimasi pemerintahan yang kuat demi terciptanya kepercayaan dari publik.


 Bila pemerintah memiliki legitimasi yang kuat maka jalannya pemerintahan yang diharapkan oleh masyarakat dapat tercipta dengan baik.

Pemilu Serentak tahun 2024 yang akan datang tentu memiliki tujuan yang sama seperti disebutkan di atas. Berdasarkan pengalaman Pemilu 2019 yang lalu, polarisasi politik yang tajam diantara peserta pemilu dan berimbas kepada kohesifitas sosial di dalam masyarakat menjadi masalah serius. 


Apalagi ditambah dengan perputaran arus informasi di dunia digital dengan adanya fake news (berita bohong) ataupun ujaran kebencian yang merumitkan situasi polarisasi politik tersebut. Maka tidaklah heran bila saat ini hampir seluruh peserta pemilu ataupun penyelenggara dan pengawas pemilu bersama-sama melakukan seruan kepada pemilih untuk menjadikan Pemilu 2024 bukan sebagai sarana yang mengkhawatirkan bagi persatuan dan kesatuan bangsa, melainkan menjadi sarana untuk merekatkan kembali rasa kebangsaan yang ada.


Universitas sebenarnya memiliki peran dan kontribusi dalam mendorong pemilu yang jujur dan adil . Sebagai insan akademik, para aktor di dalam universitas juga dapat memainkan peran sebagai pihak yang menjaga keberlangsungan pelaksanaan pemilu sesuai kaidah dan koridor yang dapat dipertanggung jawabkan.


 Para dosen ataupun pengajar di universitas dapat membantu dalam menyuarakan kepada publik bahwa pelaksanaan pemilu yang demokratis adalah penting dan perlu dijaga kemurniannya. Selain itu, tentu para dosen dan mahasiswa juga dapat mendorong kepada peserta pemilu untuk bersiap dalam menawarkan program dan gagasan terbaiknya untuk disampaikan kepada pemilih. 


Dari sisi penyelenggaraan pemilu, mahasiswa pun dapat dilibatkan dalam kerja penyelenggaraan yang bersifat sementara dan sukarela. Tentu apabila para dosen dan mahasiswa dapat terlibat secara aktif dalam kegiatan kepemiluan, maka pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil tersebut dapat mudah diraih karena elemen penting di kampus ikut serta dalam mengawal pelaksanaan pemilu tersebut.


Peran Universitas dalam Pemilu 2024 Dalam perjalanan sejarah penyelenggaraan pemilu setelah reformasi di Indonesia, pelaksanaan kampanye di dalam kampus memang tidak pernah diperbolehkan. Berawal dari situasi pelarangan dalam aktivitas perpolitikan di dalam kampus pada tahun 1974 yang massif pada kala itu. 


Pemerintah menerbitkan NKKBK (Normalisasi Kehidupan Kampus/ Badan Koordinasi Kemahasiswaan) dimana kebijakan ini tidak memperkenankan segala aktivitas politik yang diselenggarakan ataupun menggunakan fasilitas kampus (Widjojo dan Noorsalim, 2004). Salah satu pertimbangan pemerintah Orde Baru mengeluarkan kebijakan ini adalah manakala demonstrasi besar-besaran yang menentang kebijakan ekonomi pemerintah berasal dari kalangan mahasiswa. 


Kebijakan ini terus berlanjut dan dipertahankan oleh pemerintah Orde Baru untuk meredam suara-suara mahasiswa yang protes dan berbeda pandangan dengan pemerintah. Implikasinya ruang kampanye dalam pemilu yang dapat dilakukan dimanapun, termasuk kampus, menjadi salah satu kekhawatiran dari rejim saat itu. 


Artinya kebijakan NKKBK yang meredam aktivitas di kampus memiliki implikasi yang meluas dalam pengaturan kampanye di pemilu di era Orde Baru. Sayangnya, kekhawatiran ini pun terus berlanjut hingga hari ini.


Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam suatu pemerintahan negara yang demokratis. Miriam Budiardjo (2001) menyebutkan bahwa partisipasi politik sebagai tindakan yang dilakukan baik perseorangan maupun kelompok untuk berusaha secara aktif berpartisipasi dalam proses politik misalnya seperti memilih pejabat negara, dan secara sadar memengaruhi kebijakan pemerintah.


 Samuel Huntington (1976) mendefinisikan partisipasi politik sebagai kegiatan untuk memengaruhi keputusan pemerintah, tanpa melihat bentuk, sifat dan hasil dari partisipasi yang dilakukannya. Samuel Huntington dan Joan Nelson (1994) menjelaskan partisipasi politik ke dalam empat elemen pokok yaitu: pertama, partisipasi mencakup kegiatan atau tindakan daan bukan hanya sikap atau orientasi politik; kedua, kegiatan politik warga negara biasa; ketiga, kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah; dan keempat, semua kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pemerintah, terlepas kegiatan itu berpengaruh atau tidak

Dalam banyak literatur ilmu politik, 

tujuan pelaksanaan pemilu bukan saja semata-mata terkait dengan regenerasi  kepemimpinan, memperkuat legitimasi 

pemerintahan ataupun sarana sosialisasi dan pendidikan politik untuk warga negara, melainkan juga sebagai sarana  integrasi bangsa. Pelaksanaan pemilu 

memberikan kesempatan yang luas kepada seluruh warga negara untuk ikut serta dalam kepemimpinan politik melalui jalur pemilihan eksekutif ataupun 

legislatif.


Dalam banyak literatur ilmu politik, 

tujuan pelaksanaan pemilu bukan saja semata-mata terkait dengan regenerasi kepemimpinan, memperkuat legitimasi 

pemerintahan ataupun sarana sosialisasi dan pendidikan politik untuk warga negara, melainkan juga sebagai sarana integrasi bangsa. Pelaksanaan pemilu 

memberikan kesempatan yang luas kepada seluruh warga negara untuk ikut serta dalam kepemimpinan politik melalui jalur pemilihan eksekutif ataupun 

legislatif.


Kaum muda yang juga akan terlibat di dalamnya diajak untuk turut mengambil peran dalam menjaga dinamika Pemilu. Pemilu nanti berpotensi dihadapkan dengan titik rawan, baik berupa politik sara, politik uang dan penyalahgunaan anggaran, pelanggaran netralitas ASN, TNI/Polri, dan Kepala Desa, data dan pemutakhiran data pemilih, kerumitan pemungutan, maupun hoax atau berita bohong. 


Dalam rangka mencegah persoalan-persoalan tersebut, kaum muda yang masuk sebagai pemilih dengan jumlah besar dan sebagai kalangan yang melek teknologi memiliki peran yang sangat strategis. Kaum muda perlu terlibat dalam menyukseskan pemilu dengan terjun langsung dalam momen krusial. 


Pertama, pada momen pencalonan, kaum muda dapat mengambil peran dalam proses kandidasi calon peserta pemilu dan pemilihan. Kedua, pada momen kampanye, dapat melaporkan adanya politik uang dan politisasi SARA melalui media sosial maupun mendorong para kandidat menawarkan visi, misi, dan program kerja yang perspektif anak muda. 


Ketiga, pada momen pemungutan suara, turut mengkampanyekan anti golput dan melakukan pengawasan partisipatif. 

Peran Perguruan Tinggi Dalam Pengawasan Partisipatif 2024, sebagai insan akademis memiliki kewajiban moral untuk menjaga netralitas sebagai birokrat tidak ikut dalam politik praktis atau ikut dalam politik transaksional yang tertuang jelas dalam perundang-undang. perguruan tinggi memiliki kewajiban dalam partisipasi pemilu 2024 yakni ikut dalam perumusan peraturan dalam pengawasan, penyusunan dalam instrumen pengawasan, sosialiasai pengawasan melalui desa binaan dsb.


Perguruan Tinggi merupakan sebuah istitusi yang mempunyai peluang sebagai pemilih cerdas yang terdiri dari Dosen dan Mahasiswa. Dosen dan Mahasiswa diharapkan menjadi contoh bagi masyarakat. Perguruan Tinggi sebagai lembaga independent yang bebas kepentingan politik dan mahasiswa sebagai generasi muda yang intelek dan terdidik dapat mengambil peran aktifnya  sebagai pengawas parsipaif dalam rangka menyukseskan Pemilu di Indonesia. 


Perguruan Tinggi (Kampus) sebagai lembaga pendidikan yang memiliki komitmen untuk ikut serta dalam melakukan pengawasan sekaligus mendorong partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat


Pemilihan umum yang berlaku di Indonesia ini melibatkan seluruh warga negara termasuk kalangan pemilih pemula. Pemilih pemula adalah warga Indonesia yang pada hari pemilihan atau pemungutan suara adalah Warga Negara Indonesia yang sudah genap berusia 17 tahun dan atau lebih atau sudah/ pernah kawin yang mempunyai hak pilih dan sebelumnya belum termasuk pemilih karena ketentuan Undang-Undang Pemilu. 


Keterlibatan berbagai elemen masyarakat termasuk kalangan pemilih pemula ini, menandakan betapa pentingnya pemilihan umum sebagai sarana demokrasi yang berarti dapat menentukan masa depan bangsa, maka sangat diperlukan keterlibatan aktif semua kalangan dalam pemilihan umum terutama pemberian suara yang juga melibatkan pemilih pemul Pengertian pemilih pemula Pasal 198 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemilih pemula adalah warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berusia 17 tahun atau lebih, sudah kawin yang mempunyai hak memilih.


Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki untuk menjadikan seseorang dapat memilih adalah: 

(1) WNI yang berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin.

 (2) Tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya. 

(3) Terdaftar sebagai pemilih. 

(4) Bukan anggota TNI/Polri (Purnawirawan / Sudah tidak lagi menjadi anggota TNI /  Kepolisian). 

(5) Tidak sedang dicabut hak pilihnya. 

(6) Terdaftar di DPT.

(7) Khusus untuk Pemilukada calon pemilih harus berdomisili sekurangkurangnya 6 (enam) bulan didaerah yang bersangkutan.


Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memprediksi pemilih muda pada Pemilu 2024 mendatang bisa menembus proyeksi jumlah pemilih muda pada Pemilu 2024 sekitar 53,6 persen. Angka ini lebih tinggi dari pada tahun 2019 sebesar 35 sampai 40 persen. Dengan kata lain, Pemilu 2024 akan menjadi era para mahasiswa dan pemilih pemula untuk memberikan suara. Para pemilih pemula pemilu tak hanya diandalkan memaksimalkan tingkat partisipasi, namun juga memperbaiki kualitas demokrasi di Indonesia. 


Edukasi bagi kalangan tersebut penting supaya proses hingga hasil pemilu sesuai harapan masyarakat.


Pemilih pemula yang terdiri atas pelajar, mahasiswa atau pemilih dengan rentang usia 17-21 tahun menjadi segmen yang memang unik, seringkali memunculkan kejutan dan tentu menjanjikan secara kuantitas. Disebut unik, sebab perilaku pemilih pemula dengan antusiasme tinggi, relatif lebih rasional, haus akan perubahan dan tipis akan kadar polusi pragmatisme. 


Pemilih pemula memiliki antusiasme yang tinggi sementara keputusan pilihan yang belum bulat sebenarnya menempatkan pemilih pemula sebagai swing vooters yang sesungguhnya.

Pemilih pemula mudah dipengaruhi kepentingan-kepentingan tertentu, terutama oleh orang terdekat seperti anggota keluarga, mulai dari orangtua hingga kerabat dan teman. 


Selain itu, media massa juga lkut berpengaruh terhadap pilihan pemilih pemula. Hal ini dapat berupa berita di televisi, spanduk, brosur, poster, dan lain-lain. Pemilih pemula khususnya remaja (berusia 17 tahun) mempunyai nilai kebudayaan yang santai, bebas, dan cenderung pada hal-hal yang informal dan mencari kesenangan, oleh karena itu semua hal yang kurang menyenangkan akan dihindari. Disamping mencari kesenangan, kelompok sebaya adalah paling penting dalam kehidupan seorang remaja, sehingga bagi seorang remaja perlu mempunyai kelompok teman sendiri dalam pergaulan

Pemilih pemula dalam kategori politik adalah kelompok yang baru pertama kali menggunakan hak pilihnya. Orientasi politik pemilih pemula ini selalu dinamis dan akan berubah-ubah mengikuti kondisi yang ada dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Namun terlepas dari semua itu, keberadaan pemilih pemula tentu menjanjikan dalam setiap ajang pemilihan umum, sebagai jalan untuk mengamankan posisi strategis yang ingin dicapai oleh setiap kandidat yang maju dalam pemilihan.


 Siapa pun itu yang bisa merebut perhatian kalangan ini akan dapat merasakan keuntungannya, sebaliknya ketiadaan dukungan dari kalangan ini akan terasa cukup merugikan bagi target-target suara pemilihan yang ingin dicapai

Pemilih muda pada Pemilu adalah generasi baru pemilih yang memiliki sifat dan karakter, latar belakang, pengalaman dan tantangan yang berbeda dengan para pemilih di generasi sebelumnya. 


Sebagian besar di antara mereka berasal dari kalangan pelajar, berstatus ekonomi baik, dan pada umumnya tinggal di kawasan perkotaan atau sekitarnya. Kelompok ini sangat tersentuh kemajuan teknologi informasi, mereka menggunakan alat-alat teknologi canggih dengan baik, mulai dari handphone, laptop, tablet dan aneka gadget lainnya. Mereka juga sangat fasih dalam penggunaan fasilitas dan jaringan sosial media, seperti, twitter, facebook, linked in, dan sebagainya . 


Mereka sangat terbuka untuk mempelajari hal-hal yang baru, kritis dan juga mandiri. Kelompok pemilih muda menghadapi tantangan yang sangat berat, mulai dari perubahan politik dan permasalahan dalam negeri yang tidak kunjung jelas arah penyelesaiannya hingga tekanan-tekanan globalisasi, perdagangan bebas, terorisme, intervensi internasional, dan sebagainya.


 Perbedaan sifat dan karakter, latar belakang, pengalaman dan tantangan para pemilih muda Pemilu perlu dipahami dengan baik, terutama untuk mempersiapkan pemilih muda yang cerdas, kritis dan berorientasi masa depan. Ditambah dengan fakta bahwa para pemilih muda ini adalah calon tampuk pimpinan selanjutnya pada saat 100 Tahun Republik Indonesia di tahun 2045 nanti. Republik Indonesia masih akan tetap ada (exist) di waktu tersebut akan sangat ditentukan oleh para pemilih muda di Pemilu

keterlibatan media massa dan insan pers dalam pengawasan Pemilu 2024 sangat penting, terlebih pada masa-masa disrupsi informasi saat ini. Insan pers memiliki peran sangat strategis dalam mengawal pelaksaan seluruh rangkaian pemilu Di ranah media sosial, dia juga berharap platform digital mau aktif berkolaborasi menciptakan ruang digital yang aman dan berkeadilan.  insan pers atau media memiliki posisi dan legitimasi yang tak tergantikan. Yakni, akses yang memungkinkannya masuk di ranah penyelenggara, peserta pemilu, dan pemilih.

Maraknya konten hoaks dan disinformasi sudah terlihat pada masa Pemilu 2014 maupun 2019. Hasil identifikasi Kemkominfo melalui penggunaan drone siber dan patroli siber menjelang Pemilu 2019 menunjukkan tren tersebut. Ketika Agustus 2018, jumlah konten hoaks yang terjaring 25, beberapa bulan sebelum pencoblosan yaitu April 2019 meningkat pesat. Kemkominfo pada Februari 2019 menemukan sebanyak 353 konten negatif, Maret 2019 sebanyak 453 dan April 2019 melonjak jadi 408 konten. Dari Agustus 2018 sampai April 2019, konten hoaks dan disinformasi tersebut didominasi soal politik sebanyak 620 dan 408 konten SARA.


Terkait pengawasan pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye,  KPU, KPI, dan Dewan Pers diharapkan membentuk gugus tugas bersama. Pada Pemilu 2019, gugus tugas juga dibentuk untuk pengawasan berkenaan pemberitaan dan penyiaran. tantangan ke depan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 ialah ruang-ruang digital. 


Media sosial memang menjadi area yang sangat luas dan besar serta menjadi potensi konflik yang kuat dalam Pemilu 2024. membangun komunikasi dengan Facebook, WhatsApp, teman-teman Meta karena di situ ada WhatsApp, Instagram, termasuk dengan Google dan Tiktok. Dalam konteks ini, upaya itu memang harus dilakukan Bawaslu, sekali lagi untuk memastikan tidak ada ruang kosong indikator untuk mengukur keberhasilan dan kegagalan Pemilu, yakni dari partisipasi masyarakat, termasuk peran media massa. 


Maka pada pemilu ini terus mendorong agar terwujudnya tidak hanya kuantitas partisipasi, tapi juga dari segi kualitas.. Pers  memiliki peran penting sebagai pilar keempat demokrasi. Sejarah Pers juga berpengaruh dalam membangun Demokrasi di negeri ini. Kekuatan Pers cukup berpengaruh,Sehingga kekuasaan di luar pemerintahan itu adalah kekuatan independen pers. pembentukan satuan tugas khusus (Satgasus) untuk mengawal proses Pemilu 2024 di ruang digital melibatkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu),


 Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Polri, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kementerian PAN-RB, Kementerian Agama, Kemendikbudristek, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Satgasus ini dibentuk untuk membersihkan dan mengawasi platform-platform digital dalam Pemilu mendatang. Kemkominfo akan menggandeng Facebook, Twitter, Instagram, Tiktok, hingga YouTube.kerja sama dengan paltform digital untuk melakukan take down konten-konten problematik atau negatif atas permintaan Kominfo, atas permintaan Bawaslu juga melalui Kominfo,”Adapun konten maupun pelanggaran ruang digital yang akan menjadi perhatian berkaitan dengan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), hoaks, ujaran kebencian, hingga adu domba.

Dr.M.Isa Indrawan,S.E.,MMb(Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi Medan)

(red).

Editor
: Garda.id
Sumber
:
SHARE:
 
Berita Terkait
Dukung Generasi Berkelanjutan, Maybank Indonesia Usung Tema ‘Literasi Hijau’ di Global CR Day 2025
15 Tahun Menanti, Bobby Nasution Jawab Keluhan Warga Bahorok
Fashion Show Para Penderita HIV/AIDS di Maria Monique Happy Room-105 Medan
Panen Raya Jagung di Asahan, Polres dan Forkopimda Dorong Swasembada Pangan
Pemprov Sumut Terus Dorong Optimalisasi PAD,  UPTD Pematangsiantar Bisa Jadi Percontohan Sektor Pajak Kendaraan
Sekdaprov Sumut Tinjau RSJ Prof Ildrem,  Dorong Peningkatan Layanan dan Ubah Stigma Publik
 
Komentar