Sabtu, 27 September 2025

Newspaper Never Die

Garda.id - Rabu, 21 September 2022 13:10 WIB
Newspaper Never Die
Newspaper Never Die


M. Syahrir.ist


Medan | Garda.id

Andai Johannes Gutenberg tak kreatif  merangkai huruf demi huruf dengan metode pengecoran dalam balok logam mini  dari timah yang membingkai kata demi kata dibubuhi tinta dan selanjutnya ditekankan di selembar kertas yang menghasilkan rangkaian tulisan, peristiwa asal muasal koran tak akan pernah terceritakan. Di kota Mainz, Jerman tahun 1440-an inilah yang dijadikan momentum kelahiran mesin cetak koran pertama kali didunia, walaupun negeri tirai bambu Tiongkok tahun 700-an sudah menemukan model koran dalam bentuk cetakan yang dibuat dari balok kayu yang dipahat dengan aksara China dan menggunakan cairan getah atau buah sebagai bahan baku tintanya.

Di Indonesia, koran pertama terbit bernama Bataviasche Nouvelles tahun 1745 berbahasa Belanda, namun hanya terbit 2 tahun saja, selanjutnya tahun  1828 terbit koran kedua di Jakarta dengan nama Javasche Courant yang memuat berita-berita resmi pemerintahan kala itu. Peristiwa demi peristiwa berlanjut terus hingga sekarang ini, mulai era penjajahan Belanda dan Jepang, era orde lama dan orde baru hingga era reformasi. Sepanjang usianya koran masih ditempatkan  sebagai referensi bagi masyarakat untuk mengetahui peristiwa demi peristiwa yang terjadi di negeri ini. 

Dan, beberapa tahun ini koran pun mendapat tantangan baru dengan hadirnya teknologi digitalisasi. Industri media cetak dunia mulai dapat lawan bisnis baru, satu persatu bertumbangan bahkan hampir mati suri. Tahun 2000, survei Nielsen sudah memprediksinya eksistensi koran hanya bisa bertahan 20 tahun kedepan. Masyarakat diperkirakan hanya akan menggunakan perangkat gadget sebagai sarana untuk mendapatkan beragam informasi. Membaca informasi dengan menggunakan sarana kertas dinilai kurang efektif.

Fakta atas peristiwa itupun terbukti. Saat Serikat Perusahaan Pers (SPS) Sumatera Utara menggelar kampanye baca koran bersama ribuan pelajar SMP di Sei Rampah, Serdang Bedagai dan Stabat, Langkat pada 14 dan 15 September lalu antusias para pelajar yang menghadiri kegiatan tidak berimbas positif terhadap pengetahuan mereka tentang koran atau surat kabar. Para pelajar tampak senang berinteraksi dengan para pengelola media, namun sayangnya mereka seakan beranggapan mendapat informasi yang baru terkait dengan koran. “Koran jadi barang baru bagi mereka. Ini yang membuat kita miris, padahal sejarah panjang bangsa ini telah membuktikan koran punya andil besar dalam proses demokrasi di negeri ini, termasuk mencerdaskan para generasi muda,” kata Ketua SPS Sumut, H. Farianda Putra Sinik,SE.

Dalam konteks inilah Farianda menekankan agar eksistensi koran tidak hanya sekedar penghias sejarah, tapi dilibatkan dalam mengisi kemampuan intelektual para pelajar. Dan peran guru untuk mengenalkan sekaligus menjadikan koran sebagai salah satu bacaan alternatif maupun bagian dari aktifitas proses belajar mengajar akan berimplikasi positif terhadap masa depan koran. “Newspaper never die. Itu sudah komitmen kami, walau disituasi sulit bagi para pengelola media koran dalam menjalankan bisnisnya. Kami yakin itu dan starting point nya kami mulai dari pelajar di Sumut,” tegasnya.

                                         *****

Kini koran mulai ditinggalkan. Daya beli minim, harga kertas mahal, pendapatan iklan pun makin tak menentu. Belum lagi  biaya operasional dalam penerbitannya bikin para pengelola media cetak harus jatuh bangun menghadapi himpitan teknologi digitalisasi yang makin kompetitif. Sekarang semua pengelola media cetak menjerit. Mereka tak tau lagi harus berbuat apa. Masalahnya, setiap mencetak koran berarti harus menghitung pembiayaan. 

Sekretaris Jenderal SPS Pusat, Asmono Wikan dalam penjelasannya pada Workshop Standarisasi Media Cetak di Medan, Sabtu (18/9) menegaskan, media cetak harus berani keluar dari kerumunan maraknya bisnis media massa saat ini. “Media cetak bisa bertahan, namun dibutuhkan kreatifitas yang tinggi dari pengelolanya. Jika kita masih berada dalam kerumunan bisnis media saat ini, media cetak akan tergilas. Kita harus keluar dan cara yang paling ideal adalah membangun mindset bahwa media cetak punya keunggulan dibandingkan media lainnya,” kata anggota Dewan Pers ini.

Lantas, bagaimana koran bisa keluar dari pertarungan bisnis media yang semakin ketat? Memang tak gampang. Konsistensi dan inovasi sangat dibutuhkan. Melakukan konvergensi media dengan menggabungkan  semua saluran komunikasi diera multimedia ini memang harus dilakukan. Versi pendistribusian koran secara konvensional harus diimbangi dengan versi digitalisasi yang update setiap saat, seperti menyajikan tampilan dalam bentuk e-paper, mengkombinasi dengan sajian elektronik dan hal-hal yang berbau digitilasasi. Intinya, koran harus mau dan mampu beradaptasi dengan teknologi. Ini mutlak dan satu keharusan.

Selanjutnya yang utama adalah konten atau sajian dari media cetak itu sendiri. Koran cetak sebenarnya memiliki nilai validasi yang tinggi terhadap semua informasi yang disajikan. Jika media online mengutamakan kecepatan dalam menyajikan informasi, media cetak  malah punya keunggulan dalam kecermatan. Waktu persiapan tayang yang panjang (rata-rata 24 jam-red) harus dibarengi dengan keakuratan dalam penyajian informasi. Selain itu, kedalaman dalam penyajian informasi (indept reporting) bisa menjadi andalan. Karena, menyajikan informasi yang sama dengan media online ibarat menggali kubur sendiri bagi media cetak. 

Langkah lain yang menjadi andalan koran adalah tampilan perwajahan. Media cetak, surat kabar atau majalah punya kekhasan tersendiri. Tampilan perwajahan yang tidak monoton, dinamis dan menarik harus menjadi ciri khas dan berkolerasi dengan isi dari sajian koran tersebut. Apalagi para pengelola halaman koran biasanya memiliki nilai seni yang tinggi. Mendesain koran ibarat menyajikan keindahan dan keindahan ini berimplikasi langsung dengan daya tarik seseorang untuk membacanya. Setelah semua aspek terpenuhi, tinggal unsur manajemen lah yang punya kiat untuk memainkan peran.

                                  **** 

Koran sudah apik, sajian isi sudah menarik. Tinggal kitalah yang menjaga kehormatannya. Ingin koran tetap berjaya, semua kita harus punya tanggung jawab.  Sang pengelola koran tidak boleh menyerah. Pertarungan di bisnis media memang keras, namun bukan membuat kita menyerah. Berinovasi dengan teknologi harus dilakukan. Rasanya memang berat, namun jangan membuat kita putus asa. Karena segala sesuatu yang dilakukan dengan usaha, pasti akan membuahkan hasil yang luar biasa. Yakinlah, newspaper never die. Itu saja.   Catatan: M. Syahrir ( Penasehat SPS Sumut).

Editor
: Garda.id
Sumber
:
SHARE:
 
Berita Terkait
Kajatisu Silaturahmi Ke PWI Sumut, Harli Siregar : Jaksa Jangan Cawe-Cawe Proyek dan Main Dana Desa
Ketua TI Sumut Bangga, Atlet Raih Medali di Kejuaraan Internasional Piala Panglima TNI
JMSI Sumut Siap Gelar Musda, Rianto Ahgly : Mari Bergotong Royong Demi Kesuksesan Acara
BAKOPAM Sumut Gelar Jumat Berkah, Salurkan Santunan untuk Janda di Medan dan Deliserdang
Musda JMSI Teguhkan Komitmen Mengawal Arus Informasi Akurat
JMSI Sumut Gelar Musda, Tegaskan Komitmen terhadap Informasi Akurat dan Profesionalisme Media Siber
 
Komentar