MEDAN | Garda.id ~ Rosmalinda merupakan seorang dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Sumatera Utara (USU) yang memiliki gelar S1 dan S3 dari FH USU serta S2 dari Groningen University, Belanda. Alih-alih berhenti di ruang kuliah, beliau membuktikan dirinya juga aktif dalam bidang Hak Asasi Manusia (HAM), khususnya untuk kelompok marginal.
"Pelanggaran HAM yang semakin hari semakin variatif ini sangat membutuhkan perhatian hukum, khususnya kelompok marginal, seperti perempuan, anak-anak, serta penyandang disabilitas lainnya," tegasnya.
Baca Juga:
Bukan hanya itu, kepekaan Dr. Rosmalinda terhadap isu HAM juga dipengaruhi pengalaman pribadinya. Keterlibatannya dalam penelitian dan pengabdian masyarakat membuatnya menyadari minimnya pemahaman hukum di masyarakat. Ini menjadi sebuah realita yang mendorongnya mengaitkan keilmuan dengan aksi kemanusiaan.
"Sejak tahun 1998, saya mendampingi kelompok anak secara spesifik. Bahkan, sampai saat ini, saya tergabung dalam pusat kajian dan perlindungan anak di Medan. Jadi, saya merasa kelompok marginal itu adalah kelompok yang sangat membutuhkan perhatian begitu," jelasnya.Lebih lanjut, Rosmalinda juga menceritakan salah satu pengalaman berkesannya yang menunjukkan komitmennya pada kelompok marginal. Pada tahun 2001, saat mewakili KAESKA (Konsorsium Anti Eksploitasi Seksual Komersial Anak), beliau pernah mendampingi kasus tragis seorang anak yang dijual.
"Waktu itu, saya mendampingi seorang anak yang dijual. Kita tahu anak itu dijual karena dia baru kembali dari Bandar Baru dimana tempat tersebut masih giat sebagai lokasi prostitusi. Kita kemudian bekerja sama dengan pemerintah sampai akhirnya dia bisa dijemput bapaknya," ujarnya.

Saat ini, komitmen Rosmalinda berlanjut melalui proyek pengabdian di Desa Bandar Khalipah bertajuk "Wujudkan Program Bank Sampah Berbasis GEDSI (Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial)." Program Bank Sampah ini dirancang bukan hanya sebagai solusi lingkungan, melainkan juga sebagai wadah pemberdayaan yang melibatkan partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok marginal.
Baca Juga:Sehubungan dengan hal tersebut, Rosmalinda juga melahirkan inovasi humanis lainnya, seperti pengembangan aplikasi legal aid untuk penyandang disabilitas dan penerjemah bahasa isyarat berbasis machine learning.
Keterlibatan Dr. Rosmalinda dalam hal tersebut menunjukkan bahwa dirinya mampu menjangkau audiens yang lebih luas, termasuk lembaga HAM, LSM, pemerintahan, dan dunia akademik internasional.
Sebagai seorang akademisi sekaligus aktivis, Rosmalinda tidak hanya membekali mahasiswa, akan tetapi juga menjembatani teori hukum dan aksi kemanusiaan di lapangan. Dedikasi beliau sebagai pegiat HAM membuktikan seberapa besar komitmen beliau dalam membangun kesadaran hukum dan mewujudkan masyarakat yang lebih inklusif dan berkeadilan.(Penulis: Josephine)
Baca Juga: