Sabtu, 27 September 2025

Hak Prerogatif Presiden Prabowo, Amnesti -Abolisi dan Persatuan Nasional

Garda.id - Selasa, 05 Agustus 2025 10:11 WIB
Hak Prerogatif Presiden Prabowo, Amnesti -Abolisi dan Persatuan Nasional
Hak Prerogatif Presiden Prabowo, Amnesti -Abolisi dan Persatuan Nasional

 

Hak Prerogatif Presiden Prabowo, Amnesti�-Abolisi dan Persatuan Nasional


Oleh : Sugiat Santoso*


Jelang peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke�80, Presiden Prabowo memberikan amnesti dan abolisi kepada 1.116 narapidana yang memenuhi syarat pengampunan. Pada pemahaman yang sederhana, amnesti bisa dipahami sebagai tindakan menghapuskan hukuman pidana yang telah 

dijatuhkan maupun belum dijatuhkan kepada kepada tersangka hukum sementara 

abolisi merupakan penghapusan seluruh akibat hukum dari putusan pengadilan atau menghapuskan tuntutan pidana kepada seorang terpidana yang mana hal ini 

termasuk terhadap penghentian proses hukum. Pun baik amnesti dan abolisi 

merupakan hak prerogatif presiden yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang 

Darurat Nomor 11 Tahun 1954. Terkait narapidana yang mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo 

mayoritas diantaranya adalah kaus-kasus pidana yang berkaitan dengan isu 

politik, baik karena kasus penghinaan terhadap presiden dan kasus makar di 

Papua. 


Dari ribuan narapidana yang mendapatkan pengampunan terdapat dua kasus yang mendapatkan perhatian publik. Pertama, amnesti yang diberikan kepada Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto terkait kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) terhadap Harun Masiku di tahun 2019 dan kedua, abolisi yang diterima oleh Tom Lembong dalam kasus impor gula tahun 2015 yang diduga memperkaya para perusahaan gula. 


Secara khusus pemberian amnesti-abolisi terhadap Hasto Kristiyanto dan 

Tom Lembong bukan tanpa pertimbangan yang matang dari Presiden Prabowo. 

Pasalnya kedua kasus ini banyak mendapatkan pro dan kontra yang mana ada 

insinuasi yang berkembang di masyarakat bahwa kasus Hasto dan Tom Lembong

adalah bentuk kriminalisasi politik dan politisisasi hukum. Alasannya kedua kasus ini muncul bertepatan dengan selesainya perhelatan Pilpres. Hasto dalam kapasitasnya sebagai Sekjen PDI Perjuangan merupakan pendukung pasangan 

Ganjar Pranowo-Mahfud MD sementara Tom Lembong adalah salah satu think 

tank bidang ekonomi pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, yang mana 

kedua pasangan itu adalah dua kandidat yang dikalahkan oleh pasangan Prabowo�- Gibran  di Pilpres 2024 lalu.

Dampak dari kedua kasus ini menyebabkan dikotomi opini publik yang mengarah pada perpecahan di akar rumput. Salah satu buktinya adalah riuh di media sosial yang menyebutkan bahwa pemerintah telah melakukan intervensi hukum. Tidak hanya di media sosial, pelbagai demonstrasi dalam mengiringi sidang kasus ini juga terjadi serta protes dari akademisi, influencer hingga praktisi 

hukum juga ikut protes dalam menyikapi putusan pengadilan yang memutus kasus Hasto dan Tom Lembong. Yang mana Hasto diputus pengadilan hukuman 

3,5 penjara sementara Tom Lembong dijatuhi hukuman 4 tahun penjara. 


*Amnesti-Abolisi*


Langkah Presiden Prabowo memberikan amnesti-abolisi pada Hasto dan Tom Lembong adalah bentuk menjaga kepercayaan masyakat terhadap 

penegakan hukum di Indonesia. Prabowo tidak ingin ada persepsi negatif dari masyarakat bahwa hukum di Indonesia bisa diatur oleh politik karena sejatinya 

meski hukum perundang-undangan merupakan produk politik dari pemerintah dan DPR namun secara legal penegakkan hukum di Indonesia tidak boleh didasarkan oleh penggunaan kekuasan politik karena konstitusi UUD 1945 

mengatur bahwa negara Indonesia adalah negara hukum bukan negara kekuasaan. Apalagi kasus Hasto dan Tom Lembong terjadi di masa pemerintahan 

sebelum Prabowo menjabat presiden sehingga ia tidak ingin mewarisi persepsi 

negatif penegakan hukum yang tidak adil. 


Pada konteks lain, alasan Presiden Prabowo memberikan amnesti dan abolisi terhadap Hasto dan Tom Lembong adalah menjaga persatuan nasional. Prabowo tidak ingin kedua kasus ini menjadi 

trigger perpecahan yang dampaknya sangat buruk dengan menghadirkan masalah baru yang menyebabkan ketidakstabilan politik. Ini pula yang menjadi alasan ketika Prabowo mengusulkan nama-nama 

narapidana yang mendapatkan amnesti dan abolisi ke DPR yang kemudian disetujui dan diumumkan ke publik pada 30 Juli 2025 lalu, tentu seluruh variabel 

serta implikasi hukum dan politik yang dihadirkan telah dihitung dengan baik. 

Utamanya berdampak untuk memperteguh persatuan nasional yang lepas dari 

dendam politik akibat residu Pilpres 2024.

Persatuan Nasional

Secara politik untuk Prabowo dengan memberikan amnesti-abolisi

terhadap Hasto dan Tom Lembong tidak ada kaitannya dengan kepentingan 

politik. Karena, meskipun posisi Hasto sangat sentral di PDI Perjuangan, tidak serta 

merta membuat partai berlambang kepala banteng itu bergabung ke pemerintahan 

dengan mendapatkan kursi menteri. Demikian juga dengan keuntungan politik

memberikan abolisi kepada Tom Lembong juga tidak berdampak signifikan bagi 

jalannya pemerintahan dengan alasan, Tom Lembong bukan pimpinan partai atau 

ketua partai di DPR yang bisa mengkonsolodasikan kadernya mengkritisi atau 

menolak kebijakan pemerintah. Artinya kebijakan progresif Prabowo memberikan amnesti dan abolisi ini murni diproyeksikan untuk kepentingan Indonesia untuk kestabilan politik, 

menjaga kepercayaan publik terhadap hukum, rekonsiliasi nasional dan upaya 

memperkokoh persatuan nasional. Hal ini dikonfirmasi oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang juga sosok yang dikenal sangat dekat dengan 

Presiden Prabowo yang memberikan usulan bahwa memberikan amnesti dan 

abolisi adalah untuk kepentingan bangsa dan negara.


Adapun pra kondisi terbitnya amnesti dan abolisi ini adalah ketika Dasco berkomunikasi dengan para akademisi, aktivis dan tokoh masyarakat untuk mendengar, memahami dan mendalami kasus Hasto dan Tom Lembong sebelum 

akhirnya memberikan usulan serta masukan terhadap Presiden Prabowo dalam 

pertimbangan mengeluarkan amnesti-abolisi. Dimana pada kasus Hasto terdapat amicus curiae (sahabat peradilan) dari 

23 akademisi yang selama ini memiliki rekam jejak yang baik di mata publik,

diantaranya ada nama Franz Magnis-Suseno (Romo Magnis) dan mantan Jaksa 

Agung Marzuki Darusman. Sementara terkait kasus Tom Lembong, Dasco mendalami persoalan dengan berdiskusi dengan para aktivis yaitu Rocky Gerung, Jumhur Hidayat hingga Syahganda Nainggolan. 


Juga pada kerangka substasi selain alasan persatuan nasional, pemberian 

amnesti dan abolisi yang diberikan Presiden Prabowo terhadap Hasto dan Tom 

Lembong adalah upaya memperkuat sistem demokrasi di Indonesia. Alasannya kepercayaan masyakat terhadap demokrasi di era kepresidenan Prabowo akan menguat. Persepsi masyarakat terhadap sosok Prabowo sebagai pemimpin yang demokratis dan tidak anti terhadap kritik serta perbedaan pandangan tidak serta merta membuat mereka akan ditarget untuk dipidanakan atau dicari-cari 

kesalahannya yang berujung pada kriminalisasi politik.

Pada titik ini tentu Presiden Prabowo telah melihat jauh ke depan bahwa penegakan hukum di Indonesia sejatinya tidak boleh didasarkan pada sentimen dan asumsi tapi dengan sifat objektif yang bertumpu pada nilai-nilai keadilan, kebajikan dan kebijaksanaan.


(Sugiat Santoso adalah Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI)

Editor
: Garda.id
Sumber
:
SHARE:
 
Berita Terkait
Parkir Liar di Jalan Kartini Diduga Dibeckup Oknum DPRD, Wali Kota Diminta Evaluasi Kadis Perhubungan
Kajatisu Silaturahmi Ke PWI Sumut, Harli Siregar : Jaksa Jangan Cawe-Cawe Proyek dan Main Dana Desa
Ketua TI Sumut Bangga, Atlet Raih Medali di Kejuaraan Internasional Piala Panglima TNI
JMSI Sumut Siap Gelar Musda, Rianto Ahgly : Mari Bergotong Royong Demi Kesuksesan Acara
BAKOPAM Sumut Gelar Jumat Berkah, Salurkan Santunan untuk Janda di Medan dan Deliserdang
Musda JMSI Teguhkan Komitmen Mengawal Arus Informasi Akurat
 
Komentar