MEDAN | garda.id – Praktik penyalahgunaan anggaran publik kembali terkuak dalam lanjutan sidang kasus dugaan korupsi proyek infrastruktur jalan di Dinas PUPR Sumatera Utara (Sumut). Kali ini, yang jadi sorotan adalah keterlibatan tim media Gubernur Sumut, Bobby Nasution, dalam survei proyek senilai Rp96 miliar—yang dibiayai dari dana di luar anggaran resmi negara.
"Saya diminta mencarikan kendaraan dan menanggung biaya BBM serta akomodasi tim media Gubsu. Semua biaya itu dibayarkan Pak Rasuli," ujar Ryan di depan majelis hakim yang dipimpin Khamozaro Waruwu.
Rasuli Efendi Siregar yang dimaksud adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus anggota tim e-Katalog Dinas PUPR Sumut.
Kegiatan survei tersebut dilakukan secara mendadak, dan tanpa administrasi resmi. Ryan mengaku bahkan harus meminjam uang kepada Rayhan Piliang, anak dari terdakwa Akhirun Piliang, untuk memenuhi kebutuhan mendesak survei.
"Saya transfer nomor rekening ke Rayhan untuk pinjam uang. Saat itu harus segera bayar keperluan lapangan," ungkapnya.
Hakim: Ini Bukan Lagi Survei Teknis
Majelis hakim mencatat fakta ini sebagai bentuk penyimpangan berat. Ketua Majelis Hakim, Khamozaro Waruwu, menegaskan bahwa penggunaan dana proyek untuk membiayai kegiatan tim pribadi pejabat adalah bentuk penyalahgunaan anggaran publik yang serius.
KPK: Akan Ditelusuri, Bisa Masuk Gratifikasi
Jaksa Penuntut Umum dari KPK, Eko Wahyu, menyatakan akan mendalami keterangan saksi, terutama terkait aliran dana proyek kepada pihak non-struktural seperti tim media.
Akhirun Piliang dan anaknya Rayhan, Direktur PT Dalihan Na Tolu Group (DNTG), sebelumnya didakwa menyuap PPK Rasuli Efendi sebesar Rp450 juta untuk 'mengamankan' proyek jalan lewat mekanisme klik e-Katalog. Praktik ini dikenal sebagai "biaya klik", sebesar 0,5 persen dari nilai proyek.
'Fee Proyek': Sudah Jadi Budaya di PUPR Sumut?
Red Flag: Tim Media Diluar Struktur Pemerintah Dibiayai Uang Publik
Keterlibatan "Tim Media Bapak"—sebutan untuk media tim sukses Gubernur Sumut—dalam kegiatan proyek pemerintahan tanpa dasar hukum resmi memperlihatkan lemahnya sistem akuntabilitas dan pengawasan di daerah.