Garda.id~Medan—Direktur MATA Pelayanan Publik Abyadi Siregar mendukung saran Sekretaris Jenderal (Sekjend) Kemendagri, Tomsi Tohir yang meminta Gubernur Sumut Muhammad Bobby Afif Nasution mengevaluasi para pembantunya, khususnya yang membidangi pengendalian inflasi di daerah. Sebab menurutnya, mereka itu tidak serius bekerja. Termasuk Badan Urusan Logistik (Bulog).
Menurut Abyadi, tingginya inflasi di Sumut menjadi bukti nyata bahwa para pembantu Gubernur Sumut yang mengendalikan inflasi daerah, tidak bekerja dengan baik. Angkanya mencapai 5,32 persen secara tahunan (year on year/yoy). Ironisnya, angka inflasi Sumut jauh lebih tinggi dibanding Papua Pegunungan yang hanya di angka 3,55%.
"Bayangkan, inflasi di Sumut jauh lebih tinggi dari pada Papua Pegunungan. Padahal, jalur distribusi di Sumut jauh lebih bagus dibanding Papua Pegunungan. Jalur distribusi di Papua Pegunungan itu kan sangat berat. Infrastruktur jalannya tidak bagus. Makanya, ini sangat memalukan. Papua Pegunungan mengalahkan Sumut dalam mengendalikan inflasi," tegas Abyadi Siregar.
Baca Juga:Karena itu, Abyadi Siregar menyarankan Gubernur Sumut tidak serta merta menerima laporan para pembantunya. "Jangan cepat percaya angka-angka yang dilaporkan para pembantu. Termasuk laporan para pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Bulog dalam temu pers yang digelar Dinas Kominfo Sumut di Aula Dekranasda, Selasa (7/10/2025), perlu dicermati. Ya, harus ada chek and richek," kata Abyadi.
Dinas Ketahanan Pangan dan Hortikultura Sumut misalnya, pada temu pers itu menyampaikan, produksi Gabah Kering Giling (GKG) Sumut mencapai 2,7 juta ton atau setara 1,7 juta ton beras. Kebutuhan konsumsi masyarakat Sumut berpenduduk sekitar 15 juta jiwa hanya 1,2 juta ton per tahun. Untuk Oktober, menurut Dinas Ketahanan Pangan, produksi beras diperkirakan mencapai 145 ribu ton, sementara kebutuhan hanya 145,5 ribu ton.
Pada Juli 2025 lalu, media mengangkat berita gejolak harga bahan pokok di Sumut yang sangat mencekik leher. Hal ini seiring dengan banyaknya keluhan masyarakat akibat tingginya kenaikan bahan kebutuhan pokok.
Untuk mengkonfirmasi penyebab gejolak harga tersebut, terutama harga beras, sejumlah wartawan menghubungi Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi dan Sumber Daya Mineral (Perindag ESDM) Sumut, Kepala Dinas Katahanan Pangan dan Hortikultura Sumut Rajali dan Badan Urusan Logistik (Bulog) Sumut Budi Cahyanto.
Namun sayangnya, penjelasan ketiga instansi yang sangat berperan mengendalikan inflasi daerah itu, tidak menjawab persoalan tingginya harga bahan pokok. Harga bahan pokok, terutama beras, tetap merangkak naik. Jauh dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang hanya sekitar Rp 14.100/kg untuk beras medium. Sementara harga di tingkat pedagang eceran sudah mencapai Rp 16.000-Rp 17.000 per kg.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan (Ketapang) Sumut Rajali saat dikonfirmasi ketika itu, hanya menjawab agar ditanya saja Bulog. "Tanya aja Bulog. Sekarang Bulog sewa gudang di mana-mana," jelas Rajali Ketika itu. Kepala Bulog Divre Sumut Budi Cahyanto, saat dikonfirmasi, justru slow respon.
"Atas dasar itulah, saya sangat mendukung masukan dari Sekjend Kemendagri, Tomsi Tohir yang meminta Gubernur Sumut Muhammad Bobby Afif Nasution mengevaluasi para pembantunya, khususnya yang membidangi pengendalian inflasi di daerah," tegas Abyadi Siregar.(Agus S)
Baca Juga: