Ilustrasi.ist |
Garda.id | BABAT REJOSO KABUPATEN NGANJUK
Oleh: Purwadi,
ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA,
hp: 0878 6440 4347
1) Ngadiboyo
Desa Ngadiboyo merupakan hadiah dari Prabu Joyoboyo raja Mamenang Kediri. Kraton Kediri dibangun oleh ahli tukang yang dipimpin oleh Kyai Watudakon. Asalnya di sebelah tenggara kaki gunung Pandan.
Pada tanggal 28 Pebruari 1084 Kyai Watudakon pulang kampung. Prabu Joyoboyo memberi nama desa itu dengan sebutan Ngadiboyo. Artinya selalu terhindar dari segala macam mara bahaya. Orang Ngadiboyo selamat bahagia makmur.
Khusus siswa SMP Banjar yang berasal dari Desa Ngadiboyo teringat nama Sukiman. Orangnya manut dan ngalahan. Bapaknya menjabat Jagatirta. Keluarga ini kerap nanggap wayang.
Desa Ngadiboyo terdiri dari beberapa padhukuhan. Ngadirejo, Kedhungbulu, Ngadiboyo, Watudhakon, Basri, Turi. Rumah rumah penduduk tampak besar. Berbentuk Joglok, limasan, doro gepak, bucu, cere gencet, pacul guwang dan panggang pe. Masyarakatnya gemar wayang. Dalang Ki Panut Darmoko dan Ki Samidjan Kondho Prasodjo.
Deretan siswa SMP Banjar dari Ngadiboyo: Sukiman, Paryadi, Pertiwi, Satiyem, Joko Sutikno, Setyaningsih, Nyaminem, Sutopo. Dari Ngadirejo: Juwadi. Dari Basri Turi: Gathot, Samidi, Suparti, Endah Suwarni dan Sri Karyawati. Kedhungbulu diwakili Mujiono, Siti Karmilah dan Yunarni. Watudhakon: Sumarno dan Jawi.
2) Sidokare
Desa Sidokare merupakan nama pemberian Empu Tantular pada tanggal 17 Pebruari 1358. Pujangga Mojopahit ini mempunyai abdi bernama bernama Kyai Alastuwo.
Kyai Alastuwo pintar membuat aneka masakan. Terutama daging ayam yang dimasak kare. Begitu pulang kampung desanya diberi nama Sidokare. Artinya pasti jadi kalau masak kare.
Desa ini terkenal rapi, tertata dan teratur. Pagarnya terbuat dari batu bata. Dicat putih. Gawang atau gapura berbentuk Majapahitan. Dengan tulisan semboyan “Jer basuki mawa beya”. Termasuk desa terpandang. Pengusaha kaya banyak yang muncul dari Sidokare. Tidak heran, warganya punya gengsi tinggi.
Penggemar dalang Surakarta: Ki Anom Suroto, Purbo Asmoro dan Manteb Sudarsono. Deretan dalang ini seniman elit. Angkatan 1984 siswa yang berasal dari Sidokare yaitu Dariyanto, Dayat dan Susanti.
Desa Sidokare masuk kecamatan Rejoso. Dibanding dengan desa-desa lain, Sidokare secara ekonomis boleh dikatakan paling maju. Jalan-jalan protokol tampak rapi, bersih dan berhias indah. Rumah-rumah gedongan berjajar-jajar dengan pagar kokoh.
Telusur punya telusur, ternyata saka guru perekonomian desa Sidokare berpangkal dari bisnis brambang. Sejak tahun 1960-an warga Sidokare berkecimpung dalam jual beli brambang.
Perdagangan brambang dengan jaringan yang amat luas mendatangkan kemakmuran. Uang berputar dengan deras. Banyak warga Sidokare yang tampil sebagai milyarder. Juragan-juragan brambang bisa menunjukkan sukses hidup. Tampak sekali gemerlapan. Untung sekali orang-orang kaya ini tetap saja bersandar pada tradisi, adat-istiadat dan budaya bangsa.
3) Setren
Nama Setren berarti setyane keputren. Wanita desa Setren terkenal berbakti pada tugas yang berada di wilayah keputren.
Nama keputren merupakan hadiah dari Prabu Ini Kertopati Panji Asmorobangun pada tanggal 5 Juni 1237. Raja Negeri Jenggala ini punya prameswari yang bernama Galuh Candra Kirana.
Abdi yang bertugas di taman keputren berasal dari utara kali Widas. Sepulang dari kerajaan Jenggala, desanya diberi nama Setren.
Warga desa Setren yang melanjutkan sekolah di SMP Banjar bisa dikatakan berasal dari Padhukuhan Glokingo. Joko Santoso dan Juwir Astutik mewakili penduduk Setren yang studi di SMP Banjar.
Padukuhan Glokingo masuk Desa Setren Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk Jawa Timur. Posisinya cukup unik. Secara administratif termasuk wilayah Desa Setren, namun secara kultural sosiologis lebih dekat dengan Mojorembun. Jarang sekali orang Glokingo bergaul dengan orang Setren. Sehari-hari malah berhubungan dengan orang Mojorembun, Grogol, Sambiroto dan Bulurejo.
Sekeliling wilayah Glokingo adalah persawahan Mojorembun.
Keluar dari perkampungan Glokingo, berarti menginjak bumi Mojorembun.
Interaksi komunitas desa sudah berjalan berabad-abad lamanya. Tidak pernah ada masalah semua berlangsung lancar-lancar saja. Sampai sekarang anak-anak Glokingo tetap bersekolah di SD Mojorembun. Kebetulan di Glokingo hingga kini belum ada SD. Kondisi begini rupa-rupanya tidak dirasakan sebagai persoalan yang penting. Kalau dipikir mendalam, malah saling menguntungkan. Karena sejak kecil sudah saling mengenal dan terjalin perlawanan akrab.
Dari perspektif historis pedesaan, kedudukan Glokingo memang efektif dan strategis. Kepala Desa Setren senantiasa muncul dari Glokingo. Jago-jago dari padukuhan lain tak bisa menyaingi calon dari Glokingo. Seolah-olah kepala desa atau lurah Setren jatahnya orang Glokingo.
Harus diakui bahwa sumber daya manusia dari Glokingo sangat memadahi. Maka lahir dinasti lurah, yang dipercaya memimpin Desa Setren dengan sebutan Lurah Glokingo.
4) Klagen
Lahirnya desa Klagen pada jaman kerajaan Pajang. Yakni pada tanggal 6 April 1571. Klagen berarti klapa lan legen. Buah kelapa dan minuman legen ini menyertai Ki Ageng Giring.
Kebetulan sahabat Ki Ageng Giring berasal dari Klagen. Namanya Kyai Pokak. Sama sama murid Ki Ageng Selo, tokoh sakti yang bisa menangkap petir.
Pulang ke desanya, Kyai Pokak diberi nama untuk desanya. Yaitu Klagen. Namanya sendiri hanya digunakan untuk pedukuhan.
Bagian dari desa Klagen yaitu padhukuhan Pokak. Perantau Pokak di Surabaya menempati posisi utama di Kebun Binatang Wonokromo. Teman-temannya satu desa bekerja di sini. Gethok tular dan saling nggeret, sehingga terjalin sebuah komunitas rantau atau kelas urbanisasi. Wis jamak lumrahe pahit manis padha dirasakake. Solidaritas sesama Pokak dibangun di ibukota Jawa Timur.
Lantas ingat Warno, Laji, Sugiyo, Purwito, Tintrim, Santi Puntoasih dari suku Pokak dan Klagen. Tak lupa lagi Warno yang mengembara di bumi Kalimantan. Jalannya belum diaspal. Terlebih-lebih Pokak Ngulon, di malam hari jalannya sepi mamri.
Jembatan Pasok antara Pokak dan Sambiroto, selalu berwarna suram, tintrim, angker, wingit dan sintrung. Sebelah timur dan barat, ada kuburan. Sebelah selatan kali dengan pohon bambu yang rungkut. Sekitar tahun 1981 terjadi pembunuhan atau rajapati di Jembatan Pasok. Lengkap sudah wajah buram tretek Pasok. Kawasan ini dulu disebut dengan istilah dhendheng, yang angker kepati-pati, gawat kaliwat-liwat.
5) Mlorah
Nama Mlorah berarti melu obahe arah. Orang Mlorah memang serba gandhes luwes pantes dhemes mentes.
Desa Mlorah adalah hadiah Syekh Siti Jenar dari Padepokan Lemah Abang. Warga Mlorah berguru pada tanggal 21 Maret 1513. Saat itu tanah Jawi di bawah kekuasaan Kasultanan Demak Bintara.
Kenal desa Mlorah lewat krai, timun, garbis dan semangka. Sejenis tanaman pala kesimpar. Fungsinya dapat menurunkan penyakit darah tinggi, stress, pusing-pusing, lara ngelu, mumet. Tanaman pala kesimpar pada mangsa ketiga, musim kemarau. Terik matahari, hawa panas dan angin semilir sangat cocok. Sekitar bulan Agustus dan September sudah panen. Sepanjang jalan orang membawa krai, timun, garbis, dan semangka menggunakan rengkek dan obrok.
Sempat geguyonan, cah Mlorah senengane semangka, njaba ijo njero abang. Beda karo cah Sidokare: rajang-rajang brambang, ethok-ethok mbrebes mili. Begitulah Untung Suparno, Komarudin, Darsi dan Jumini saat bercanda ria.
6) Rejoso
Nama Rejoso berarti rejo rejaning karso. Yaitu semangat kuat untuk mengejar gagasan besar.
Kelahiran Rejoso pada tanggal 3 Juli 1354. Bersamaan dengan Patih Gajah Mada melakukan sumpah Palapa di hadapan Prabu Hayamwuruk raja Mojopahit.
Sebagai ibukota kecamatan tentulah nama Rejoso menjadi paling populer. Pendhopo Kecamatan, Kantor Danramil, Kantor Polsek, Pasar, Masjid Agung, Puskesmas dan KUA. Jelas semua warga pernah berhubungan. Pernikahan berkaitan dengan Pak Naib KUA. SKKB dikeluarkan oleh Polsek dan Danramil. Setidak-tidaknya tiap KTP tertera nama Camat Rejoso.
Bangunan yang penuh dengan nilai estetis adalah Dam Jembel dekat rumah Karmi. Terletak antara Jalan Raya Rejoso – Bojonegoro. Bentuknya besar, kokoh dan anggun. Tinggalan jaman Belanda ini begitu kokoh membendung air. Tempat anak-anak untuk bluron, slulup dan byur-byuran.
Air mengalir dari bendungan Jembel ke barat menelusuri Banjarejo, Jatitengah, Klagen terus ke selatan bergabung dengan sungai legendaris, yaitu Kali Widas.
Sebelah pagar SMP Banjar air dari selokan yang berhulu dari Dam Jembel bersuara gemericik. Di pojok barat selatan ada wot, alat penyeberangan dari balok. Murid laki-laki mikul sepeda lewat wot, lantas menelusuri galengan sungai sampai Puskesmas.
Pengguna jasa Dam Jembel di antaranya Minarti, Achmad Karyanto, Arif Supriyanto, Wahyuni, Priyo Wibowo, Jamingan, Budi Jatmiko, Supriyati, Agus Pilianto, Siti Insiyah. Mereka adalah wadyobolo Rejoso Hadiningrat.
7) Sukorejo
Nama Sukorejo merupakan pemberian Prabu Airlangga pada hari Kamis Pahing tanggal 1 Januari 1036. Beliau berkenan karena mendapat hiburan dari panjak wayang.
Suko berarti senang. Rajo berarti meriah. Saat perjalanan Prabu Airlangga ke Negeri Kahuripan, ternyata dijamu dengan lelagon yang merdu. Maka asal panjak ini diberi srbutan Sukorejo.
Pemberian nama Sukorejo disertai oleh Empu Kanwa. Sukorejo terletak di antara jalan raya Guyangan - Tamanan. Ada pedhukuhan yang amat terkenal, yaitu Duwel. Kawasan industri rakyat yang menghasilkan bul, genthong, kendhi, ngaron, jambangan, kuwali, kekep, layah, cowek, kendhil dan gendheng. Bocah Ngreco, Duwel dan Sukorejo jarang yang sekolah di Banjar. Ibu guru yang berasal dari Sukorejo adalah Ibu Sulastri. Beliau mengajar bahasa dan sastra Indonesia. Semangatnya makantar kantar.
Lain halnya dengan desa Dhuwel. Letaknya tunggal pager dengan Sidokare. Ada persaingan kultural di antara kedua desa ini. Hanya saja Dhuwel berkecimpung dengan tanah liat. Hampir semua penduduknya mengolah tanah liat menjadi genting, jun, kuali, dandang, cowek, layah, jambangan, genthong, dan benda pecah belah lainnya.
Desa yang tidak menggantungkan diri dari usaha pertanian biasanya punya surplus keuangan. Kelebihan ekonomi ini memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan estetika. Setiap punya hajat desa, sudah bisa dipastikan Ki Panut akan pentas di desa Dhuwel.
8) Banjarejo
Banjarejo berarti banjaran sang selalu tampak rejo. Banjar berarti untaian yang berjajar jajar. Rejo berarti ramai, meriah atau bikin gembira.
Nama Banjarejo adalah hadiah Panembahan Senapati raja Mataram. Lahirnya desa Banjarejo pada tanggal 15 Desember 1587. Warga Banjarejo banyak yang menjadi tukang di istana Mataram.
Tukang Banjarejo terkenal rapi. Panembahan Senapati memberi hadiah nama desa yang selaras dengan prestasi. Karena lokasinya mepet dengan Rejoso, maka tingkat tenarnya jelas kaling kalingan. Cara Jawane keyuban.
Prestasi Banjarejo dengan sendirinya akan diambil Rejoso. Tidak apa-apa. Itulah urip bebrayan. Sing penting guyub rukun.
Kita berharap warga Banjarejo tetep sabar. Khususnya buat Sri Wahyuni, Jasman, Adi Wiyono, Marjoni, Sri Hastutik, Heru Karyawan. Dalemipun pundi Mas? Jawab saja Rejoso. Daripada menjawab Banjarejo ditanya terus. Banjar menika pundi, ta?
Pertanyaan yang bikin hati riang gembira. Betul sekali.
9) Musir
Musir merupakan nama hadiah dari Syekh Subakir yang berasal dari Negeri Ngerum. Pada tanggal 17 Januari 1486 Syekh Subakir ngajak pamong desa untuk berkunjung ke negeri Mesir.
Sepulang dari studi banding, para pamong yang dipimpin Pak Lurah diberi nama untuk desa. Yaitu Musir, yang berarti mulih saking Mesir.
Kini nama itu abadi. Orang kebanyakan tidak bisa membedakan Rejoso, Banjarejo, Musir Lor dan Musir Kidul. Habis letaknya satu deretan. Sebelah utaranya adalah Ngrapah dan Ngrayung. Diteruskan lagi sampai Wengkal. Rombongan negara Musir yaitu Erlawatiningsih, Yoni Ismanto, Suyati.
10) Sambikerep
Sambikerep merupakan hadiah dari Sunan Bonang pada tanggal 17 April 1534. Beliau dari Tuban menuju Kediri untuk bertemu dengan Danyang Buto Locoyo.
Arti Sambikerep berarti kayu sambi yang tumbuh lebat. Para pelajar mesti ingat. Pelajar SD sekecamatan Rejoso kenal dengan Sambikerep. Di sinilah bumi perkemahan yang indah pemandangannya. Waktu itu belum ada listrik, kamar mandi dan WC. Peserta kemah terpaksa buang hajat di kali Anyar. Untung sungainya mengalir deras. Dalamnya tidak seberapa, kira-kira satu polok. Paling-paling sedengkul.
Alangkah nikmatnya buang hajat di kali saat suasana remang-remang. Biasanya malam hari atau pagi hari. Supaya aman dan nyaman, ada kawan yang mengawal. Gantian. Buat laki-laki yang pipis, cukup ngamping pohon.
11) Talang
Talang berarti tali langit. Cita cita orang Talang memang tinggi dan mulia. Ini kenyataan sejarah yang berlangsung terus menerus.
Nama Talang merupakan hadiah Prabu Brawijaya V. Pada tanggal 24 April 1453 raja Mojopahit mencari juru masak istana. Warga Talang menjadi koki yang tersohor.
Masakan orang Talang enak sekali. Cocok buat pejabat Majapahit. Prabu Brawijaya senang dengan kuliner garapan koki Talang. Hebat banget.
Keadaan desa Talang sama dengan desa Banjarejo. Letak desa milik Kushandawiyah dan Nanik ini berhimpitan dengan Rejoso.
Apa pun yang dilakukan Talang, mesti menjadi milik desa sebelahnya. Tiap-tiap tanggal 17 Agustus, diadakan upacara bendera di lapangan Talang. Pesertanya Lurah, pamong, pelajar SMP, Tsanawiyah dan PNS di lingkungan kecamatan. Inspektur upacara Pak Camat.
Boleh jadi lapangan Talang merupakan alun-alun kecamatan Rejoso yang membanggakan. Gawe gedhe yang berskala besar dipusatkan di sini.
Bakul bakul dolanan, panganan, minuman menjadikan lapangan Talang sebagai sawah ladang. Palen atau PKL tontonan meraup rejeki yang berlimpah ruah. Pak Lurah Talang dulu dikenal wong sepuh, yang waskitha ngerti sadurunge winarah.
12) Ngangkatan
Ngangkatan berdiri pada tanggal 5 September 1350. Bersamaan dengan warga desa Ngangkatan yang diangkat sebagai pegawai Kerajaan Mojopahit.
Desa Ngangkatan merupakan nama kehormatan dari Kerajaan Mojopahit pada jaman Prabu Hayamwuruk diangkat jadi raja.
Boleh berbangga sekali.
Tokoh guru dari Ngangkatan yaitu Bapak Yoto Yatmin. Priyayi periang, humoris dan menyenangkan. Naik motor udhuk, Honda tahun 70-an. Hidupnya prasaja. Mengajar kesenian, sebuah mata pelajaran yang cocok dengan kepribadiannya.
Kehadiran beliau di kelas pasti disambut dengan gegap gempita, ger geran. Benar-benar mengesankan.
13) Talun
Talun berarti tatanane kaya alun alun. Nama ini diberikan oleh Bupati Nganjuk yang pertama yaitu Kanjeng Raden Tumenggung Sosrokusumo.
Desa Tahun lahir pada tanggal 20 Juli 1832. Letaknya berbatasan dengan kecamatan Gondang. Sebagian anak-anak Talun belajar di sekolah di Gondang. Malah percaturan dengan sekolah Rejoso agak kurang. Orientasinya lebih condong ke timur. Bagi kelas menengah langsung menyekolahkan anak-anaknya ke kota Nganjuk.
14) Mungkung
Mungkung berarti munggahe Mlengkung. Karena pada saat Prabu Kertabegara raja Singosari lewat desa Mungkung jalannya munggah mudhun yang melengkung lengkung.
Lahirnya Mungkung pada tanggal 30 Juni 1282. Mungkung dekat dengan Kali Widas, yang berhulu dari ereng erenging Gunung Pandhan.
Sungai Widas ini paling besar di Nganjuk bagian barat. Alirannya ke timur, sampai ke kecamatan Patianrowo. Lalu bergabung dengan Kali Brantas. Desa Mungkung bersebelahan dengan Pasar Tawang.
15) Wengkal
Wengkal berarti weninge akal. Orang Wengkal selalu punya pikiran bening. Bungah susah dilakoni kanthi sabar narima.
Desa Wengkal berdiri pada tanggal 16 Juli 1524. Nama Wengkal adalah pemberian Kanjeng Sunan Kalijaga. Seorang Wali Sanga yang terkenal sakti mandraguna.
Letak desa Wengkal berada di tlatah ereng erenging pegunungan Kendheng. Bagi masyarakat Jawa gunung ini penting, karena sebagai penolak berbagai macam hama tanaman.
Orang Wengkal ahli pertukangan. Maklum sejak kecil sudah kenal dengan ragam kayu jati. Meja, kursi, bayang, amben, dhingklik, lemari, bufet, blabak, cagak, reng, usuk, bisa pesan di desa Wengkal. Ditanggung kualitas ekspor. Sekali tempo perlu dijual ke luar negeri.
16) Tritik
Desa Tritik berdiri pada tanggal 24 Maret 1537. Nama Tritik diberikan oleh Joko Tingkir saat berguru kepada Syekh Siti Jenar.
Tritik berarti trima setitik. Orang Tritik dalam keadaan apa saja akan nrima ing pandum.
Sikap nrima ing pandum sama dengan bersyukur. Sabarnya orang Tritik seperti Prabu Puntadewa raja Negeri Amarta.
Warga Tritik bahagia sejahtera. Wilayah Rejoso yang dikepung oleh hutan belantara adalah desa Tritik. Kayu jati besar besar, dengan kualitas prima. Pohon jati dijaga dan dilindungi, demi kelestarian lingkungan.
Kini dhukuh Bendhosewu menjadi desa mandiri dengan nama desa Bendosari. Secara administrasi berpisah dengan desa Tritik. Rupa rupanya rakyat Bendhosewu tertular politik pemekaran wilayah. Inilah hasil reformasi.
Dampak reformasi tahun 1998 yang sangat terasa, alas dibabati sampai habis. Alas ketel tinggal kenangan.
Padang jingglang, entek entekan, tanpa sisa. Tindakan yang kebablasen. Jangan sampai diulangi lagi. Hutan harus dijaga. Generasi anak cucu supaya kebagian. Inilah tindakan yang memikirkan masa depan putra wayah.
17) Mojorembun
Mojorembun lahir pada tanggal 24 April 1316. Nama Mojorembun adalah hadiah Prabu Jayanegara raja Mojopahit. Saat itu beliau sedang menuju Bojonegoro. Dalam rangka peresmian kawasa wisata Kayangan Api.
Prabu Jayanegara sempat mampir ke Mojorembun untuk sarapan sega pecel lawuh rempeyek. Tak lupa dengan suguhan secangkir wedang kopi. Malah bersama Patih Gajah Mada juga menikmati rumpuk jagung.
Sejarah ini dipelajari oleh anak muda. Siswa siswi SMP Banjarejo berasal dari Mojorembun. Pada tahun 1984 mereka menelusuri rute favorit: Grogol, Bulurejo, Sambiroto, Kedungbulu, Tamanan, Banyuurip dan sampailah di SMP Banjar.
Dampyak dampyak seperti barisan wong mblandhong di Rondokuning. Suaranya gemuruh mirip Grojogan Sedhudho.
Sepanjang jalan kami ngobrol ngalor ngidul, umuk umukan, guyon maton. Sebagian nyanyi lagu pop karya Ari Wibowo:
Madu di tangan kananmu
racun di tangan kirimu
aku tak tahu mana yang akan kau berikan padaku
Dengan berseragam biru putih, mereka tampak kompak, guyup rukun dan berseri seri. Seolah olah jagad tanpa masalah. Senantiasa bergembira ria, melaku ngglender begitu saja.
Kalau pas pulang petang, dan hujannya nggreceh, semua pating jedhindhil. Basah kuyup tak dirasa. Malah mancalnya sepeda makin ngebut. Karena sepatunya sama lembab, maka banyak sikil yang kena rangen. Namun semangatnya tetap tinggi ibarat alas Watudakon kobar, menyala nyala. Wah, elok tenan. Kembang tebu, tata lahir glegas-gleges mesem ngguyu, jroning batin maneges antebing kalbu.
Wisata Kutha
Kutha Bondowoso mas misuwur tapene,
Cak cak Surabaya ja lali rujak cingure,
Timbang bali nglenthung wingka Babad luwung,
Mojokerto jipang wedang angsle asli Malang,
Njajah desa milang kori nggoleki condhonging ati,
Brem kutha Mediun kripik Trenggalek tamba gumun,
Kediri tahu takwane yen Nganjuk kondhang angine.
Kutha Ponorogo mas, misuwur reoge
Cak-cak Surabaya jo lali mbarek ludruke
Empun kesusu kondur mirsanana sandur
Wayang topeng dhalang saking Madura sampun kondhang
Njajah desa milang kori nggoleki condhonge ati
E, seni gambus misri Jombang gandrung Banyuwangi
Pandaan sendra tarine yen Nganjuk kondhang kledheke
Nama Mojorembun memang nunggak semi dengan Kerajaan Mojopahit.
18). Bendosari
makmu
Lahirnya desa Bendosari pada tanggal 25 Mei 2001. Dalam suasana reformasi negeri yang aman damai. Dulunya bernama dukuh Bendosewu. Orang sering menyebut Ndosewu. Kini warga Bendosari makin makmur.
Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk Jawa Timur memiliki sejarah panjang. Pengalaman hidup yang guyub rukun membuat suasana ayem tentrem lahir batin.rel