![]() |
Ist |
Garda.id | Tata Busana & Paes Kraton Surakarta
Purwadi,
Ketua LOKANTARA
A. Ragam Perhiasan
Pawiyatan busana Kraton Surakarta mengajarkan estetika busana. Sejak awal tahun 2024 para siswa mendapat bahan ajar. Para dwija mumpuni dalam hal ngadi sarira, ngadi busana.
Berbusana yang endah edi peni perlu ilmu pengetahuan. Dasar dasar kawruh tata busana diajarkan berdasarkan naluri leluhur. Kraton Surakarta memiliki pakem busana. Termasuk penggunaan aneka perhiasan atau rerenggan.
Perhiasan dalam berbusana diketahui lewat sejarah masa silam. Garwa prameswari Sri Susuhunan Amangkurat Agung memang ahli tata busana. Kanjeng Ratu Mas Surabaya dan Kanjeng Ratu Kencana Semarang hadir sebagai contoh buat kaum putri. Ragam perhiasan digunakan untuk menambah kawibawan.
1. Kalung
2. Gelang tangan
3. Cincin
4. Cundhuk jungkat
5. Tusuk kondhe
6. Sengkang
7. Subang
8. Bros
Kostum Keputren yang layak untuk diketahui oleh masyarakat. Dua garwa prameswari Sri Susuhunan Amangkurat Agung membina putri Mataram. Hidup guyub rukun ayem tentrem. Wanita Mataram dibina dengan tata busana.
1. Sabukwala
2. Sanggul
3. Pinjung kencong
4. Gendhala giren
5. Dodot klembreh
6. Kampuh ageng
7. Udhet cindhe
8. Bangun tulak
Motif Batik perlu dipelajari orang Jawa. Ketrampilan batik andalan kaum wanita Mataram. Atas binaan garwa prameswari Sri Susuhunan Amangkurat Agung raja Mataram 1645-1677. Aneka motif batik diajarkan.
1. Parang
2. Sidomukti
3. Sidomulyo
4. Sidoluhur
5. Madubranta
6. Cakrakusuma
7. Sekar tanjung
8. Udan riris
9. Semen
10. Truntum
11. Wirasat
12. Wora wari
13. Ceplok
14. Gurda
15. Gebang
16. Gandasuli
17. Sekar jagad
Kanjeng Ratu Mas Surabaya dan Kanjeng Ratu Kencana Semarang garwa prameswari Sri Susuhunan Amangkurat Agung. Penuh dengan nilai keteladanan dan keutamaan. Pintar ngadi salira, ngadi busana. Bertujuan untuk menganyam peradaban. Unggah ingguh, suba sita, tata krama.
B. Pembelajaran Tata Busana
Wisuda Pawiyatan Busana. Ngadi Busana merupakan usaha untuk memperkokoh kepribadian. Rum kuncaraning bangsa dumunung ing luhuring budaya. Demikian wedharan Kanjeng Sinuwun Paku Buwana X. Raja Kraton Surakarta tahun 1893 - 1939 ini mendapat jejuluk Ingkang Minulya Saha Ingkang Wicaksana. Gelar kehormatan yang merujuk aspek jatidiri nasional.
Pada hari Senin Pahing, tanggal 7 Oktober 2024 ada acara wisuda. Yakni para siswa pawiyatan tata busana gagrak Karaton Surakarta Hadiningrat. Bertempat di Bangsal Smarakata.
Wajah berseri seri terpancar dari peseta wisuda. Selama 6 bulan ngangsu kawruh. Ngelmu iku kelakone kanthi laku. Ada pepatah berakit rakit ke hulu. Berenang renang ke tepian. Bersakit sakit dahulu. Bersenang senang kemudian. Pembelajaran kini telah berbuah manis. Sing tekun antuk teken. Wekasan tekan.
Kenangan belajar tercipta solidaritas. Antar siswa terjalin komunikasi dan interaksi. Tampak kompak guyub rukun. Persahabatan mereka berubah menjadi persaudaraan. Tiap ada kegiatan Kraton Surakarta, para alumni berusaha hadir. Misalnya saat pisowanan Grebeg Maulud dan Labuhan di Parangkusumo. Kegiatan budaya ini sekaligus media reuni. Manunggaling cipta rasa karsa.
Asal usul siswa pasinaon cukup beragam. Dari Yogyakarta, Malang, Blitar, Kediri, Ngawi, Solo, Sragen, Wonogiri, Pati, Sukoharjo. Tiap hari Rabu dan Jumat sore begitu semangat belajar. Tempatnya di Bale Agung Kraton Surakarta yang berada di utara alun alun. Dengan duduk lesehan mereka sama gumreget gumregut gumregah.
Dwija sungguh mumpuni dalam bidang ngadi busana, ngadi sarira. Teori dan praktik berjalan beriringan. Sambil ngunjuk teh jahe anget, suasana belajar sangat hidup. Proses belajar mengajar layaknya cantrik di pertapan Saptaharga. Unsur modern dikemas dengan kearifan lokal. Nuting jaman kelakone.
Daya juang siswa pawiyatan amat handal. Hujan dan hawa dingin ketika belajar, tak dihiraukan. Jarak jauh tidak menjadi persoalan. Jadilah model pengajaran yang ideal. Para dwija yang bertugas mengajar pun memberi energi dan inspirasi. Tut wuri handayani.
Rundown acara :
*10.00 - 10.05* : Pambuka
*10.05 - 10.20* : Tari Pambuka (beksan Adaninhgar Kelaswara)
Penari :
- Adaninggar : Anin
- Kelaswara : Nina
*10.20 - 10.30* : Sambutan dening panjenengandalem GKR. Dra Koes Moertiyah Wandansari, M.Pd
*10.30 - 10.50* : Tata cara wisudan
urutan :
1. Ayu Indah Puspitasari
2. Esti Setyaningsih
3. Farid Pandra Sanjaya
4. Febrianna Herdikasari
5. Isnawati
6. Julianto
7. Lailatul Nikmah
8. Muh. Suyanto
9. Ratna Kartikasari
10. dr. Retno Windawati Hapsari Putri, M.Sc
11. Salwa Salsabil M
12. Sri Hartini
13. Sri Windari Rahayu, S.H, M.Hum
14. Wulan Prasetyoningsih, S.TP
kalajengaken foto sesarengan
*10.50 - 10.55* : tanda asih saking siswa Babaran 4 dhumateng GKR. Koes Moertiyah Wandansari, M.Pd
*10.55 - 11.00* : Panutup
Prosesi wisuda merupakan kebanggaan. Pendidikan vokasi yang mengakar secara kultural. Pengembangan budaya Jawa perlu ketrampilan. Pendidikan vokasi Jawa dilakukan dengan sistem yang bisa menjawab perkembangan jaman. Fungsi wirya arta winasis yang berhubungan dengan tata busana atau memetri ageman.
C. Ketrampilan Busana
Warni warni Ageman Jawa untuk bahan pembelajaran.
1. Busana Cothan.
Busana resmi Amangkurat saat menjelang usia remaja memakai ageman cothan. Menggunakan baju sikepan, sabuk epek. Dilengkapi beskap kain sutera. Ngadi salira ngadi busana.
2. Busana Beskap.
Digunakan Amangkurat dalam acara resmi kenegaraan. Kelengkapan baju beskap terdiri dari kampuh, rasukan, sikepan bordir, kuluk kanigara. Ajining dhiri saka lathi, ajining raga saka busana.
3. Busana Kampuh
Amangkurat mengenakan kampuh atau dodot. Sehelai kain lebar dan panjang. Ada dua kampuh, yaitu blenggen dan lugas. Bagian tengah dibuat blumbangan. Tambah patut lan mrebawani.
4. Busana Prajurit.
Prajurit Mataram diperhatikan soal busana resmi. Amangkurat memberi biaya cukup untuk menjaga wibawa korps militer. Busana kebesaran keprajuritan meliputi songkok, sikepan ageng, sabuk, cindhe, epek bludru, nganggar keris. Siaga ing gati, sawega ing dhiri.
5. Busana Keprabon.
Lenggah siniwaka ing sitinggil binatu rata Mataram. Amangkurat mengenakan busana keprabon. Terdiri dari sikepan ageng, kuluk panunggul, selempang, kampuh ngumbar kunca, songkok, nganggar wangkingan, makutha pasikon, nyamping parang curiga. Saking mandrawa pan yayah Sang Hyang Kuwera ngejawantah.
6. Busana Kuluk.
Begitu agung dan anggun saat Amangkurat mengenakan busana kuluk. Berbentuk tugel semangka, bludru hitam. Kuluk lambang kehormatan. Golek kuluk kanggo njangkepi puluk.
7. Busana Makutha.
Sinuwun Amangkurat memakai ageman makutha saat pisowanan agung Mataram. Lenggah ing dhampar kencana dengan kampuh, sikepan ageng, gerusan, kanigara, destar jeplakan. Cundhuk serat penyu menambah sinar kawibawan kawidadan kabagyan sarta kamulyan.
8. Busana Kepatihan.
Kedudukan patih pada jaman Amangkurat mirip perdana menteri. Patih Mataram mengenakan ageman kampuh udab riris, kacu setangkep, lawe tebokan, blenggen ngumbar kunca, makutha methak, cindhe gubeg, kepuh cancingan. Tugas patih melakukan menejemen pemerintahan.
9. Busana Kadipaten.
Para bupati bawahan Amangkurat memakai busana kampuh semen latar putih. Lalu ageman tebakan tambal kanoman, cindhe cakar sorot, keris sarung ladrang, sarung ceplok kudhup turi, nyamat bacingah kuning. Pating galebyar pindha kartika aluru pernah.
10. Busana Kasentanan.
Para sentana Mataram mendapat penghormatan layak dari Amangkurat. Busana sikepan panjang lugas, makutha Kanigara, baju langendriyan, beskap landhung. Kepuh sampir kunca, klocer, suh wedhung dan destar jeplakan midang sebagai kelengkapan. Abra busana nira, pindha surya arsa madhangi jagad raya.
Perhiasan Kraton Jawa punya pengalaman. Unsur logika etika estetika digarap harmonis. Dahat asri lamun tiningalan. Sedap bila mata memandang. Untuk kawula muda cocok sebagai kaca benggala.rel