Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024, Mahkamah Konstitusi Dapat Kritikan Mengenai Putusan Pemungutan Suara Ulang di Kabupaten Serang

Share:

 

Benito Asdhie Kodiyat MS, SH, MH, Ketua Pusat Studi Konstitusi dan Anti Korupsi.ist


SERANG | Garda.id

Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah serentak 2024 telah berlangsung dengan banyak catatan penting dan sejumlah koreksi, yang sebagian besar tercermin dari berbagai putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu putusan yang menarik perhatian adalah keputusan MK terkait Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Serang, yang mengarah pada pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS). Keputusan ini tercatat sebagai salah satu putusan dengan pemungutan suara ulang terbanyak dalam sejarah sengketa pemilihan kepala daerah.

Menurut Benito Asdhie Kodiyat MS, SH, MH, Ketua Pusat Studi Konstitusi dan Anti Korupsi, keputusan MK tersebut mengundang berbagai catatan kritis. Dalam pandangannya, terdapat sejumlah kejanggalan yang layak dicermati terkait dengan proses pemeriksaan perkara dan isi dari putusan tersebut. Salah satu catatan kritis yang disampaikan oleh Benito adalah bahwa dalam permohonan yang diajukan oleh Pemohon, tidak ada permintaan secara eksplisit untuk dilaksanakannya Pemungutan Suara Ulang. Hal ini menjadi pertanyaan, mengingat MK memutuskan untuk menginstruksikan PSU, yang sebenarnya tidak pernah diminta oleh Pemohon dalam petitum permohonannya.

"Pemohon tidak memintakan PSU dalam petitumnya kepada Mahkamah, namun Mahkamah memutuskan hal tersebut tanpa adanya permintaan tersebut," ujar Benito, mengomentari langkah MK yang dinilai tidak sesuai dengan permohonan yang diajukan.

Selain itu, Benito juga mengkritisi ketidakkonsistenan yang terlihat dalam permohonan Pemohon, khususnya mengenai penguraian selisih suara yang terjadi dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Serang. Menurutnya, Pemohon tidak bisa memberikan bukti yang jelas mengenai tuduhan Terstruktur, Sistematis, dan Masif yang dikemukakan, termasuk tuduhan terhadap keberpihakan Menteri Desa dan Daerah Tertinggal yang sudah pernah diajukan ke Bawaslu dengan status tidak dapat ditindaklanjuti.

"Jika ada dugaan keberpihakan oleh pejabat atau institusi negara, seharusnya terlebih dahulu dilakukan pengaduan kepada Bawaslu Provinsi Banten untuk diperiksa lebih lanjut. Namun, ini tidak pernah dilakukan oleh Pemohon," tambah Benito.

Di sisi lain, meskipun keputusan ini menuai kritikan, proses hukum dan mekanisme sengketa pemilihan kepala daerah yang ditangani oleh Mahkamah Konstitusi tetap menjadi perhatian publik, terutama terkait dengan keputusan-keputusan yang akan mempengaruhi proses demokrasi di Indonesia.

Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024, khususnya mengenai Pemungutan Suara Ulang di Kabupaten Serang, diharapkan akan membuka ruang untuk perbaikan dalam praktik pemilu dan memperkuat sistem hukum yang menjamin integritas proses demokrasi.

Share:
Komentar

Berita Terkini