![]() |
Praktisi pendidikan sekaligus kader senior Al Jam’iyatul Washliyah, Dr. KRT H. Hardi Mulyono Surbakti, MAP., ist |
MEDAN | Garda.id
Praktisi pendidikan sekaligus kader senior Al Jam’iyatul Washliyah, Dr. KRT H. Hardi Mulyono Surbakti, MAP., mengecam keras sikap dan pernyataan Wakil Bupati Deliserdang, Lomlom Suwondo, saat menghadapi aksi unjuk rasa massa Al Washliyah di Kantor Bupati Deliserdang, Senin (26/5).
Pernyataan Lomlom yang menyebut bahwa "Deliserdang adalah kabupaten Nahdliyin" memicu kemarahan ribuan massa Al Washliyah yang saat itu berunjuk rasa menuntut pengembalian lahan wakaf Al Washliyah di Desa Petumbukan, Kecamatan Galang. Aksi pun sempat memanas dan diwarnai pelemparan botol air mineral ke arah panggung tempat Wakil Bupati berorasi.
“Sedikit pun tidak mencerminkan perilaku layaknya seorang pejabat publik. Ucapannya brutal, provokatif, dan tidak beretika,” ujar Hardi Mulyono dalam keterangannya kepada wartawan.
Hardi menilai, pernyataan Lomlom mencerminkan dangkalnya pemahaman terhadap struktur sosial dan kemajemukan masyarakat Deliserdang. Ia juga mengingatkan agar seorang pejabat tidak membawa identitas organisasi tertentu sebagai klaim atas suatu wilayah.
“Silakan saja beliau menjadi bagian dari Nahdliyin. Tapi jangan pernah mengklaim Deliserdang sebagai kabupaten Nahdliyin, apalagi sampai memprovokasi seolah-olah ada konflik antara NU dan Al Washliyah,” tegasnya.
Lebih lanjut, mantan Rektor UMN Al Washliyah Medan itu menegaskan bahwa seorang wakil bupati harus mampu bersikap bijak dan etis dalam menghadapi aspirasi warganya.
“Yang berdemo itu adalah warga sendiri, rakyat yang mungkin saja memilihnya saat Pilkada. Dan yang pasti, mereka juga yang membayar gajinya. Jangan bersikap arogan pada rakyat,” kata Hardi.
Aksi unjuk rasa tersebut dipicu oleh ketidakjelasan sikap Pemkab Deliserdang dalam menyelesaikan sengketa lahan wakaf milik Al Washliyah seluas 35.000 meter persegi, yang saat ini digunakan sebagian oleh SMP Negeri 2 Galang.
“Itu tanah wakaf dari umat. Berdosa jika dialihkan fungsinya. Kami akan terus memperjuangkan hak tersebut,” tegas Hardi.
Hardi juga menilai ucapan Lomlom bisa menimbulkan kesalahpahaman yang berbahaya.
“Ucapan itu seperti ancaman, seolah menyatakan bahwa lahan tersebut menjadi milik NU karena berada di ‘kabupaten Nahdliyin’. Ini jelas tidak bisa dibenarkan. Brutal sekali omongannya,” tutup Hardi.
Red