Direktur Eksekutif Barisan Rakyat Anti Korupsi (Barapaksi), Otti S. Batubara, menilai lembaga antirasuah perlu turun tangan memeriksa pihak-pihak di luar struktur proyek yang diduga ikut menikmati aliran dana korupsi tersebut.
"KPK harus memeriksa koordinator media yang dikenal sebagai 'Media Bapak' itu, karena ada indikasi kuat menerima aliran uang dari tersangka. Itu fakta yang muncul dalam persidangan," ujar Otti kepada wartawan di Medan, Jumat malam (10/10/2025).
Baca Juga:Menurutnya, langkah tersebut penting agar penegakan hukum tidak tebang pilih dan mampu mengungkap seluruh jejaring yang terlibat dalam dugaan kongkalikong proyek jalan tersebut.
"Koordinator media itu bagian dari mata rantai kasus ini. Ia ikut dalam survei, tahu siapa saja yang bermain, dan bisa membantu penyidik menuntaskan kasus besar ini," ujarnya.
Informasi yang berhasil dihimpun wartawan menyebutkan, awak media yang ikut dalam survei jalan tersebut antara lain dari sejumlah media televisi nasional, online dan lokal di Sumut. Di antara dari mereka bahkan sosoknya sudah familiar, dan melekat setiap ada agenda Gubernur Bobby Nasution. Mereka yang melekat tersebut antara lain merupakan jurnalis-jurnalis saat dulu Bobby Nasution menjabat Wali Kota Medan.
Persidangan kasus dugaan suap proyek peningkatan struktur jalan di Sumut, sebelumnya kembali menguak fakta mengejutkan. Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (8/10/2025), saksi Ryan Muhammad — staf UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut — mengungkap bahwa Tim Media Gubernur Sumut Bobby Nasution turut dilibatkan dalam survei proyek senilai Rp96 miliar, tanpa dasar administrasi resmi.
Menurut Ryan, kegiatan survei proyek Ruas Sipiongot–Batas Labuhanbatu itu dilaksanakan tanpa surat perintah dan menggunakan dana non-anggaran. Ia bahkan diminta menanggung biaya kendaraan, bahan bakar, serta akomodasi untuk rombongan yang disebut 'Tim Media Bapak'.
Baca Juga:"Saya diminta mencari kendaraan untuk tim media Gubernur Sumut dan menanggung biaya BBM serta akomodasi. Semua biayanya dibayarkan Pak Rasuli," ungkap Ryan di hadapan majelis hakim yang diketuai Khamozaro Waruwu.
Keterangan Ryan membuka dugaan bahwa biaya survei tersebut tidak tercantum dalam dokumen proyek resmi. Dana itu diduga berasal dari uang tidak resmi yang berhubungan dengan pengaturan pemenang tender.
Dana operasional lapangan disebut disalurkan oleh Rasuli Efendi Siregar, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus anggota tim e-Katalog Dinas PUPR Sumut. Ryan bahkan mengaku sempat meminjam uang kepada Rayhan Piliang, anak terdakwa Akhirun Piliang alias Kirun, untuk menutupi kebutuhan mendesak kegiatan tersebut.
Kegiatan survei itu, lanjut Ryan, dilakukan secara mendadak usai agenda off-road Gubernur Sumut di kawasan Padang Lawas Utara. Dari pertemuan tersebut, Rasuli menyampaikan bahwa pemenang proyek sudah 'diarahkan' kepada Akhirun Piliang atas instruksi mantan Kadis PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting.
Majelis hakim mencatat fakta ini sebagai indikasi adanya relasi informal antara kegiatan pribadi pejabat dan proyek pemerintah.
Baca Juga:Ketua majelis hakim Khamozaro Waruwu menegaskan, penggunaan dana proyek untuk kepentingan kelompok di luar struktur resmi pemerintah merupakan bentuk penyalahgunaan anggaran publik.
"Kalau benar dana proyek dipakai untuk kegiatan tim pribadi atau media bapak gubernur, itu penyimpangan berat. Ini bukan urusan survei teknis lagi," tegasnya.
Jaksa Penuntut Umum KPK, Eko Wahyu, menyatakan akan menelusuri lebih lanjut keterangan saksi, terutama terkait dugaan aliran dana proyek ke pihak non-resmi yang disebut 'Tim Media Bapak'.