Medan —Pada tahun ketika sirene ambulans menggantikan kicau burung dan televisi menyiarkan angka kematian setiap jam, Sumatera Utara berada dalam ketakutan yang tak pernah dikenal sebelumnya.
Jalan-jalan sepi.
Wajah-wajah tertutup masker.
Harapan terasa rapuh.
---
Ketika setiap kata bisa memicu kepanikan, ia memilih untuk tetap bicara
Baca Juga:Di belakang kamera, dunia bergetar.
Namun setiap hari, ia berdiri.
Menatap kamera yang tidak menawarkan belas kasihan.
Menyampaikan informasi yang tidak selalu ingin didengar publik.
Dan melakukannya dengan suara yang stabil, meski dadanya sendiri penuh tekanan yang tak tampak.
Ada saat ketika ia harus menenangkan masyarakat dari isu lockdown mendadak.
Ada malam ketika ia mengoreksi grafik berulang kali hingga jarum jam lewat dua, tiga, empat pagi.
Ada hari ketika ia menerima puluhan pertanyaan sulit yang bisa mengubah arah kebijakan publik.
---
Sebuah perang yang tidak terlihat mata, namun menuntut keberanian luar biasa
Baca Juga:Tidak banyak yang tahu:
Setiap kali ia berkata "kita bisa melewati ini", ia bukan hanya meyakinkan publik — ia sedang mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
Salah satu anggota satgas bercerita:
"Kami sering melihat tangannya gemetar sebelum siaran. Tapi ketika kamera menyala, ia berubah seperti seseorang yang ditakdirkan untuk berdiri di sana."
---
Kini, ketika badai telah mereda, ia berdiri di persimpangan yang berbeda
Baca Juga:Permohonan amnesti untuk dr. Aris kini tengah memasuki kajian pemerintah di bawah Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra.
Ini adalah pengingat.
Bahwa di masa ketika dunia lumpuh, ada seorang juru bicara yang rela berdiri di garis depan risiko komunikasi publik — sebuah medan yang kerap lebih sunyi namun lebih tajam dari medan apa pun.
---
Mengingat bahwa ia pernah menjadi suara yang memegang tangan masyarakat saat rasa takut hampir menelan semuanya.
Mengingat bahwa ia pernah menjadi wajah yang menegakkan keberanian ketika semua ingin menyerah.
Mengingat bahwa perannya bukan sekadar membaca data — tetapi menjaga satu provinsi dari kepanikan massal.
Di balik berkas permohonan itu tersimpan ratusan hari siaran, ratusan malam tanpa tidur, ratusan keputusan yang harus ia buat di tengah ketidakpastian.