SEJARAH KABUPATEN DEMAK

Share:




Ilustrasi.

Garda id | SEJARAH KABUPATEN DEMAK


Dr. Purwadi, M. Hum. 

Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara – LOKANTARA. 

Hp. 087864404347


A. Pusaka Agung Kabupaten Demak



Masjid agung Demak berdiri bersamaan dengan lahirnya kasultanan Demak Bintoro tahun 1748. Raja Demak, Pajang dan Mataram menganggap masjid Demak sebagai pusaka agung. Karena dibangun oleh wali sanga. 


Saka guru atau tiang penyangga utama masjid agung Demak dibuat oleh Sunan Kalijaga, dengan mengumpulkan serpihan tatal. Kesaktian Sunan Kalijaga menakjubkan. Tatal-tatal yang berserakan dikumpulkan menjadi satu, lantas dianyam menjadi tiang bangunan yang kokoh. Saka guru atau tiang itu berdiri tegak sepanjang masa. 


Daya linuwih masjid Demak dianggap wingit dan magis. Disebelah masjid ini bersemayam makam Raden Patah dan Prabu Puntadewa raja negeri Amarta. Prabu Puntadewa dikenal sebagai raja berdarah putih. Beliau memang penguasa negeri Amarta yang suci dan berbudi tinggi, ber budi bawa leksana, ambeg adil paramarta, memayu hayuningrat.


Prabu Puntadewa mempunyai pusaka yang ampuh, tangguh, dan sepuh. Pusaka ini bernama jimat Kalimasada. Makna Jimat Kalimasada atau Jamus Kalimasada ini belum diketahui oleh Prabu Puntadewa maka hidupnya belum bisa sempurna. Oleh karena itu perlu orang yang bisa mbabar kawruh. 


Raden Patah sebagai raja Islam di tanah Jawa diminta tolong oleh Prabu Puntadewa, agar menjelaskan makna jimat Kalimasada. Bertempat di Masjid Demak Raden Patah memberi makna Jimat Kalimasada. Sebetulnya kalimasada merupakan pembacaan dua kalimat syahadat. Kalimasada berarti kalimat syahadat.


Dengan dibimbing oleh Raden Patah, lalu Prabu Puntadewa mengucapkan dua kalimat syahadat. Pembacaan dua kalimat syahadat ini disaksikan oleh segenap dewan wali sanga. Seketika Prabu Puntadewa menjadi insan kamil atau hidup yang sempurna.


Tiba saatnya Prabu Puntadewa surut ing kasidan jati, manjing ing tepet suci. Prabu Puntadewa raja negeri Amarta ini wafat. Wali sanga melakukan sholat jenazah Prabu Puntadewa di masjid Demak. Raden Patah dan Wali Sanga melakukan upacara pemakaman untuk mengantar Prabu Puntadewa menuju swargaloka. 


Bangunan masjid itu didirikan oleh para wali bersama-sama dalam waktu satu malam. Atap tengahnya ditopang, seperti lazimnya, oleh empat tiang kayu raksasa. Salah satu di antaranya tidak terbuat dari satu batang kayu utuh melainkan dari beberapa balok, yang diikat menjadi satu. 


Tiang tersebut adalah sumbangan Kanjeng Sunan Kalijaga. Rupanya tiang itu disusun dari potongan potongan balok yang tersisa dari pekerjaan wali wali lainnya, pada malam pembuatan bangunan itu ia datang terlambat, oleh karenanya tidak dapat menghasilkan sebuah pekerjaan yang utuh.


Tentang Masjid Agung Demak Bintara, Kanjeng Sunan Kalijaga menduduki tempat yang penting. Dialah yang berjasa membetulkan kiblat masjid mengarah ke Mekkah. Kanjeng Sunan Kalijaga jugalah yang memperoleh baju wasiat antakusuma, di tengah para wali yang sedang bermusyawarah.


 Baju yang juga disebut Kiai Gundil itu dianggap sebagai salah satu pusaka raja raja Jawa. Kanjeng Kanjeng Panembahan Senopati, Narendra Mataram Hadiningrat pertama yang merdeka. 


pada 1590 dapat mengalahkan Pangeran Madiun karena mengenakan baju tersebut yang membuatnya kebal. Baju itu diterimanya dari Syekh Kadilangu, ahli waris Kanjeng Sunan Kalijaga. Pada 1703 baju tersebut masih disebut sebagai salah satu pusaka kraton.


Kisah mengenai pembangunan Masjid Agung Demak Bintara dan mengenai baju tersebut, ada hubungannya dengan api surga. Ki Ageng Sela, tokoh yang menangkap kilat, di ladang. Ia membawa kilat itu ke Masjid Agung Demak Bintara atau kepada Kanjeng Sultan Demak Bintara. Sebuah relief, yang dibuat di atas pintu gerbang utara bangunan. 


Pintu gerbang yang bernama Pintu Bledeg Kilat. Dulu adalah pintu gerbang utama. Kilat yang telah terkurung untuk beberapa waktu, kemudian dapat meloloskan diri atau dibebaskan. Sela adalah suatu tempat di tlatah sebelah timur Demak Bintara. 


Ki Ageng Sela yang sejarah itu sangat dimuliakan sebagai moyang trah wangsa Narendra Mataram Hadiningrat. Dua kali setahun Sunan Surakarta menyuruh mengambil api dari lampu di atas makam Ki Ageng Sela, untuk menyalakan lampu di muka ruang sucinya sendiri, di bagian kraton yang paling dalam. Hal api Sela ini tiba di Surakarta dengan arak-arakan yang khidmat, banyak pula pangeran memanfaatkan kesempatan itu untuk menyalakan lampu. 


Mukjizat penangkapan kilat di Demak Bintara itu dihubungkan dengan suatu keputusan politik penting. Penghormatan pada Ki Ageng Sela merupakan tradisi trah bagi wangsa Mataram Hadiningrat. Masjid Agung Demak Bintara menjadi pusat bagi umat muslim kuno di Jawa Tengah. Di kalangan itu bahkan ada anggapan bahwa mengunjungi Demak Bintara dan makam orang suci di sana dapat disamakan dengan naik haji ke Mekkah. 


Nama Kudus yang pada abad ke-16 diberikan kepada pusat keagamaan Islam yang lain, terletak tidak jauh dari Demak Bintara, berasal dari kata al-Quds. Hal nama Arab untuk Yerusalem juga kota suci bagi orang Islam.


Sinuwun Sunan Paku Buwana I di Kartasura  berkata bahwa Masjid Agung Demak Bintara dan makam suci di Kadilangu sajalah yang merupakan pusaka mutlak, ugere pusaka ing tanah Jawa. 


Pada 1710 ia memerintahkan perbaikan bangunan itu dan mengganti atapnya dengan sirap baru. Sinuwun Sunan Amangkurat II Amangkurat Surabaya pada 1682 mengucapkan sumpah setianya kepada perjanjian perjanjian yang diadakannya di Masjid Agung Demak Bintara.


Betapa pentingnya Masjid Agung Demak Bintara di alam pikiran orang Jawa Islam. Masjid Agung Demak Bintara telah menjadi Kotanegara Islam pertama di Jawa Tengah. Kota yang kemudian dikenal sebagai Kotanegara Kraton Demak Bintara. Kota ini cepat menjadi pusat perdagangan dan lalu lintas, dan menjadi pusat ibadat bagi kelompok menengah Islam yang baru muncul. Politik ngelar jajahan raja raja Demak Bintara dalam masa kejayaannya telah jauh masuk ke Jawa Barat, Tengah, dan Timur. 


Hal itu selalu dibarengi dengan dakwah agama, sebab semangat agama raja raja dan pengikut mereka sendiri sedang berkobar-kobar. Raja-raja Demak Bintara menganggap Masjid Agung Demak Bintara sebagai simbol kraton Islam mereka. Masjid Agung Demak Bintara pada abad-abad berikutnya menjadi krusial sekali dalam dunia Jawa, dan itu pada prinsipnya merupakan jasa trah Demak Bintara.


Masjid Agung Demak Bintara merupakan pusat untuk menghormati orang suci, terutama Kanjeng Sunan Kalijaga, wali dan pelindung Jawa Tengah sebelah selatan. Meskipun kekuasaan raja-raja Demak Bintara jatuh, kesetiaan yang berurat berakar terhadap para wali mengakibatkan Masjid Agung Demak Bintara tetap merupakan pusat kehidupan beragama di Jawa Tengah.


Kisah mengenai imam imam Masjid Agung Demak Bintara beserta para pengurusnya sangat terpandang. Di dekat pengimaman Masjid Agung Demak Bintara terdapat sebuah relief yang disemen dalam tembok. Relief tersebut menunjukkan candra sangkala, yakni tahun prastawa berwujud lukisan konkret, namanya mempunyai nilai angka. Candra sangkala tersebut berwujud lukisan kepala, kaki, tubuh, dan ekor, menunjukkan tahun 1401 Jawa yang sesuai dengan 1479. 


Pada pintu gerbang utama Masjid Agung Demak Bintara tertera candra sangkala yang melambangkan tahun 1428 J yakni 1506. Tahun prastawa itu tampaknya dapat dipercaya, tahun-tahun itu bertepatan dengan waktu muncul dan ngrembakanya kekuasaan Kraton Demak Bintara. Tahun 1506 cocok dengan tahun 1507, yakni duk nalikaning Sultan Demak Bintara Kanjeng Sultan Trenggana hadir pada peresmian masjid. 


Prosesi pelaksanaan upacara Grebeg Besaran di mulai setelah sholat Idul Adha yang diselenggarakan di Masjid Agung Demak. Arak arakan di bawah koordinasi Pemerintah Kabupaten Demak, dari Masjid Agung menuju pendopo Sasono Renggo lantas dilanjutkan tahlilan di cungkup kompleks makam Sunan Kalijaga. Mereka yang bertugas berpakaian busana Jawa lengkap yang berbaris mengikuti rombongan ulama yang berbusana serba putih.


Upacara pada kegiatan dakwah Islam yang diselenggarakan oleh para Wali Sanga pada masa silam. 


Masjid Agung Demak menjadi titik awal berangkatnya barisan dari anggota karnaval karena amat relevan dengan perjuangan Sunan Kalijaga yang telah membuat tiang atau saka guru. 


 Oleh karena itu Masjid Agung Demak juga bernuansa historis sekaligus mistis. Dalam berbagai kepustakaan Jawa, terutama serat serat babad Masjid Demak diungkapkan dengan penuh heroisme yang bernuansa magis. 


Masjid di samping sebagai tempat beribadah rutin, juga dapat berfungsi sebagai sekretariat bersama. Apalagi bila tempatnya amat strategis, masjid bisa digunakan untuk merancang berbagai program sosial. Ini didasari benar oleh para wali. Seluruh para wali membahas rencana membangun masjid agung untuk berhimpun menyelenggarakan salat jamaah kala berkumpul, juga para adipati di Jawa dan seberang jikalau mereka hadir semua. Janganlah mereka sampai kecewa dan dapat diterima sepantasnya. Sarana haruslah patut menjadi pusaka sang raja. 




Kehendak seluruh wali yang delapan membangun masjid baru yang agak besar agar kelak meninggalkan jejak tempat keramat di negeri Demak sebagai pusaka bagi semua raja di Tanah Jawa. Sementara masjid agung lama yang diciptakan Kanjeng Sunan Ngampel saat kejayaan Majapahit sekedar sebagai cikal bakal. Masjid itu diciptakan untuk Sang Adipati Bintara.




Tatkala membuka lahan dan mulai membangun pemukiman yang memancar dari Ngampel atas petunjuk gurunya Kanjeng Sunan Ngampeldenta. Rahadyan Patah membuat pemukiman, membabat hutan di Demak. Tanah perkebunan tebu yang berbau wangi lama kelamaan menjadi kraton. Banyak santri yang belajar di sana, menjunjung tinggi agama Islam. Semua teguh beribadah. Pada waktu itu, Kanjeng Sunan Ngampel Denta. 




Datang membuatkan masjid untuk sholat berjamaah. Mengenai ukurannya janganlah para pembaca kisah ini salah mengira. Masjid Agung Demak itu ada dua. Yang satu masjid lama satunya lagi masjid baru. Jangan sampai keliru mengenalinya, berhati-hati dan cermat. Sengkala menjadi pengingat di situ kejelasannya. Kini kisah berlanjut lagi, mereka para wali bermusyawarah akan membuat pusaka persalatan agung. Semua sudah bersepakat.




Dimulailah pekerjaan, mereka berbagi kerja. Masing-masing bertanggung jawab dengan tugasnya. Sudah diukur dengan seksama besar dan kecilnya, panjang dan pendeknya bagian bangunan. Semua unsur bangunan masjid digambarkan beserta ukurannya, demikian pula lama waktu pengerjaannya.




 Dihimpun seluruh bagian menjadi sebuah kerangka. Dicocokkan bagian bagian tetapnya, balok yang menjadi puncaknya. Seluruh wali mengambil tugas, lengkap dengan wali kesembilan Panembahan Bintara. 




Saka guru yang berjumlah empat bagian para Wali Sanga. Sementara, saka pembantu yang berjumlah dua belas yang terletak di antara saka pinggir dan di luar saka guru yang empat adalah tugas para wali bawahan. Kanjeng Pangeran Atas Angin, Syekh Siti Jenar, Pangeran dari Gerage, Raja Brahmana Penguasa Gresik, Pangeran Bawean, Sunan Cendana.




Sunan Geseng, Pangeran Cahyana yang dimakamkan di Gunung Lawet, Pangeran Jambukarang, Pangeran Kurawang, Syekh Wali Lanang, Syekh Waliyulislam. Juga Syekh Maghribi, Syekh Suta Maharaja, Syekh Parak dan Syekh Bentong, Raja Brahmana Galuh, Raja Brahmana di padepokan Pemalang, Brahmana Karangbaya. Juga Kanjeng Sunan  Katib, Sunan dari Panataran, Sunan Tembalo, Sang Brahmana Ngusman Nuraga, Brahmana Ngusman Aji mereka mempunyai tugas saka bagian tengah.




Adapun saka pinggiran berjumlah dua puluh. Ditugaskan untuk mengerjakan saka pinggir ini para wali dan Brahmana yang menjadi perdikan, para ulama yang hebat dan agung, para mufti dan hukama. Para zahid dan ngabid yang taat, para ahli mistik mungahid dan ahli iman. Mereka itu mukmin yang terpilih dan orang-orang yang sholeh. Mereka bertugas mengerjakan saka pinggir. Sedangkan gelagar utama, yang menjadi alas puncak dan usuk pangkal. Dengan gelagar penopang utama.




Gelagar pelat ditangani oleh para adipati. Sedangkan gelagar penopang kedua dan semua jurai pelipit serta bubungan agung baik yang di atas maupun yang di bawah. Menjadi tugas bagi seluruh satria, kerabat raja besar maupun kecil. Adapun semua usuk dan yang menjadi pagar pembatasnya sudah ditugaskan kepada para mantri hulubalang. Punggawa mantri terkemuka. Sementara semua sirap yang dipakai untuk atap. Semua menyumbangkan material. Ketika itu mereka pun bubar, sesudah menyepakati hari pengumpulan bagian bangunan. 




Mereka semua pulang ke rumahnya masing-masing untuk mengerjakan bagian bangunan yang menjadi tugasnya. Tak diceritakan di sini lama pengerjaannya. Dan perakitan kerangka bagian atas sudah disusun, jadilah semua. Sudah dirakit tiap bagian dengan serasi, demikian pula dengan bagian dalamnya, semua tiangnya, sudah disusun. 




Gelagar pengikat dan gelagar pelat sudah disusun semua. Yang ketinggalan hanyalah tiang utama. Yang empat, ketika itu baru dimulai. Ketika akan dirakit, tiang utama kurang satu, baru tiga jumlahnya. Maka Sunan Bonang pun menanyakan tentang Sunan Kalijaga mengapa tidak kelihatan sedang tugasnya belum diselesaikan. Tiang utama yang menjadi bagian tugas Sunan Kalijaga tiada tanda tandanya. 




Hanya tafakur menyendiri terlihat tenang-tenang saja. Kini perakitan tiang-tiang itu semakin terdesak oleh waktu. Waktu semakin mendesak oleh karena besok haruslah sudah berdiri tegak Masjid Agung. 




Kanjeng Sunan Kalijaga tersentak lalu mendekat ke depan mendapat marah dari Kanjeng Sunan Bonang Sang Penguasa Jagad. Kanjeng Sunan Kalijaga berhatur sembah menunduk menerima marah. Lalu pergilah Sunan Bonang dari hadapan Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga kemudian menuju tempat orang yang sedang bekerja, mengumpulkan kepingan kayu terserak. 




Teramat banyak jumlah potongan kayu yang dibopongnya. Keping-keping itu diikat, ditata, disusun dengan cermat oleh Sunan Kalijaga. 




Bagaikan orang membuat obor berbentuk silinder bulat nan panjang, tinggi dan langsing. Sunan Kalijaga merasa cocok hatinya. Kisah ini memberi berbagai macam kearifan simbolik kepada kita. Bahwa tak ada rotan, akar pun jadi adalah sebuah kreativitas yang patut dihargai. Soal-soal sepele pun bisa bermakna. 




Masjid Demak bukan saja sebagai pusat ibadah, tetapi juga sebagai ajang pendidikan mengingat lembaga pendidikan pesantren pada masa awal ini belum menemukan bentuknya yang final. Masjid dan pesantren sesungguhnya merupakan center of excellence yang saling mendukung dan melengkapi dalam membentuk kepribadian muslim yang berakhlakul karimah, toleransi pada sesama dan mempunyai sikap saling menghormati.






B. Kraton Demak Bintara Melanjutkan Kerajaan Majapahit




Jaman kejayaan kraton Majapahit sesungguhnya tetap diteruskan oleh kraton Demak Bintara. Pusaka Majapahit juga tetap diuri uri oleh Demak Bintara. 




Misalnya Gong Kyai Sekar Delima berkumandang saat perayaan Grebeg Mulud. Kyai Gunturmadu dan Guntursari ditabuh selama tujuh hari di Masjid Agung. 


Kerajaan Demak Bintoro berdiri pada tahun 1478. 




Rajanya bernama Raden Patah atau Kanjeng Sultan Syah Alam Akbar Patah Jimbun Sirullah. Raden Patah adalah putra Prabu Brawijaya V, raja Majapahit. Ibunya adalah Putri Cempa atau Ratu Dworowati. Sejak kecil Raden Patah belajar agama Islam kepada Aryo Damar di kota Palembang. Dengan demikian Kasultanan Demak Bintoro merupakan kelanjutan dari kerajaan Majapahit. 




Dhandhanggula Sultan Demak




Kanjeng Sultan samana undangi,


Arsa tindak marang Kalijaga,


Arsa mboyongi karsane,


Dumateng kang pilungguh,


Kalijaga sang mahayogi,


Samekta ponang bala,


Bidal Sanga Prabu,


Watara wong tigang leksa,


Kang umiring pra dipati pepak sami,


Busana warna warna.




Den pondongi mring Demak Nagari,


Anglegani wau Sang Pandhita,


Nalika sung sugatane,


Dhawuh mring pra wadya gung,


Samya saos godong pribadi,


Pra dipati satrya,


Mantri sadaya wus,


Lurah pakathik sadaya,


Kang Sinuhun angliwet amung sakendhil,


Kendhil Siyem kinarya.




Bekta solet mubeng Sang Ayogi,


Ngedhuk liwet ingarepanira,


Pra dipati dewe-dewe,


Dalah sabalanipun,


Nora telas kendhil sawiji,


Tuwuk wong tigang leksa,


Kendhile kinedhuk,


Parandene dereng telas,


Karamate wong tigang leksa asami,


Langkung nikmat ing jasat.




Nulya tatal tinumpukan aglis,


Sinambungan wis dadi sak saka,


Susunan Kali sabdane,


Enjingira winuwus,


Yata pepak kang para wali,


Susunan Ngudung prapta,


Wus tumameng ngayun,


Pangeran Dipati Bintara,


Kang Sinuhun ing Bonang ngandika aris,


Lah payo lekasana.




Masa keemasan Kasultanan Demak Bintoro berdampak pada kemakmuran rakyat di seluruh kawasan tanah Jawa. 




Berturut turut raja yang memerintahkan dengan bijaksana di kerajaan Demak Bintoro. 




1) Raden Patah atau Kanjeng Sultan Syah Alam Akbar Patah Jimbun Sirullah I. Sejak kecil sudah punya pengalaman mobilitas tinggi. Beliau termasuk pangeran dalam kategori kosmopolit. 




2) Pati Unus atau Pangeran Adipati Sabrang Lor atau Kanjeng Sultan Syah Alam Akbar Yunus Sirullah II.  Terkenal sebagai pelaut ulung. Mengarungi samudra hingga laut Merah Afrika. Beliau pelopor ketrampilan maritim. 




3) Sultan Trenggono atau Kanjeng Sultan Syah Alam Akbar Mahmud Rosid Sirullah III. Beliau seorang ilmuwan tangguh. Kitab tasawuf diterjemahkan dalam bahasa Jawa. Pemuda pemudi dikirim ke Turki dan bagdad. 




4) Sunan Prawoto atau Kanjeng Sultan Syah Alam Akbar Amirul Mukminin Sirullah IV. Berpengaruh di kalangan pesantren pesisir. Beliau mengajarkan kesalahan sosial. Suka lara lapa tapa brata di alas sukalila. 




Ada pengusaha besar dari Aceh atau kerajaan Samudra Pasai. Dia adalah Pangeran Hadirin yang menikah dengan putri Sultan Trenggono, yaitu Kanjeng Ratu Kalinyamat. Pangeran Hadirin dan Ratu Kalinyamat menjadi orang yang kaya raya. Usahanya meliputi perdagangan, pelayaran, pelabuhan, pertukangan, perkebunan dan pertanian. Tokoh ini merupakan sponsor dan donatur Kasultanan Demak Bintoro. Jasanya sungguh besar.




Nimas Ratu Kalinyamat. Tilar wisma sumengka anggane wukir. Tapa wuda sinjang rambut. Aneng gunung Danaraja. Apratignya tan arsa tapihan ingsun. Yen tan antuk adiling Hyang. Patine sedulur mami. 




Begitulah prasapa Kanjeng Ratu Kalinyamat. Beliau amat setia dengan suami. Berkat perjuangan pada rakyat, beliau dipercaya menjadi Bupati Jepara pertama. Ratu Kalinyamat juga mendidik Bupati Glagahwangi, Purbalingga, Wonosobo, Banjarnegara, Banyumas, Tegal, Batang, Kendal dan Madiun. Ratu Kalinyamat sponsor utama kepala daerah masa Kasultanan Demak Bintara. 




Kebudayaan Jawa dan Islam mengalami pembaruan. Kitab tasawuf disusun dengan menggunakan metrum tembang macapat. Misalnya suluk Sunan Bonang, suluk sujinah, suluk Malang Sumirang, suluk Syekh Malaya suluk Tekawardi. Semua membahas ilmu makrifat Kejawen. 




Sasmitaning ngaurip puniki. Mapan ewuh yen tan weruha. Tan jumeneng ing uripe. Banyak simbol simbol Islam Kejawen yang perlu pemahaman semiotik. Perlu studi khusus untuk memahami Islam Kejawen yang memadukan agama dan budaya Jawa. 




Perpaduan harmonis antara tasawuf Islam dengan ajaran Kejawen tersaji dalam cerita dewaruci. Di sana lantas dikenal adanya istilah Manunggaling kawula Gusti. Ungkapan ini mengandung pengertian teologis, sosiologis dan politis. Pemikiran yang lahir sejak jaman Kraton Demak Bintara ini amat populer di lingkungan Kejawen. 




Dhandhanggula Demak Bintoro




Myang suratira Sri Nara Pati,


Majalengka kang dhawuh mring sira,


nulya tinampen sirage,


mring Harya Damar sampun,


ponang surat binuka aglis,


sinuksma ing wardaya,


penget layang ingsun,


Brawijaya majalengka,


Heh ta sira Harya Damar, sira sun paringi,


Garweng ngong putri cina.




Nanging aja kokrewang saresmi,


lah hentenen ing titipaningwang,


yen wus mijil wawratane,


sakarsanira iku,


marang putri Cina wus dadi


pan iku garwanira,


ywa ta hamaringsun,


sahesthining sriraning wang,


pan wus kamot aneng potro kang sun tulis,


rampung tata titinya.


Sejarah perlu dipelajari untuk merancang kehidupan pada masa mendatang. Banyak pelajaran pada masa silam yang dapat digunakan untuk referensi hari ini dan hari esok. Sejarah kerajaan Majapahit pernah mengalami masa kejayaan, keemasan dan kemakmuran. Pemerintahan kuat, bersih dan berwibawa. Rakyat hidup makmur rukun dan bahagia. Kerajaan Majapahit menjadi sumber tenaga untuk mengembangkan jiwa kebangsaan.






C. Wali Songo Pendukung Utama Kasultanan Demak Bintara. 




Raden Patah mendirikan Kasultanan Demak Bintara atas restu wali sanga. Beliau juga didorong oleh Bupati pesisir. Tanah Jawa melakukan akulturasi budaya Hindu, Budha dan Islam. Hasilnya adalah pola keselarasan hidup berbangsa dan bernegara. 




Wali Songo menyebarkan agama Islam selalu menggunakan wayang dan gamelan. Sunan Kalijogo menciptakan lakon wayang jimat Kalimo Sodo atau Kalimat Syahadat. Sunan Bonang membuat gending gangsaran, lancaran, ladrang, ketawang. Gending ini simbol syariat, tarikat, hakikat, makrifat. Tiap tahun kerajaan Demak Bintoro melaksanakan upacara Grebeg Sekaten sebagai sarana kebudayaan. 




Ada pepatah bagus, Arab digarap Jawa digawa. Begitulah metode para wali dalam menyampaikan ajaran luhur. Pendukung utama Kerajaan Demak Bintoro yaitu Wali Songo. Masyarakat percaya bahwa Wali Songo termasuk orang yang memiliki daya linuwih. Wali Songo memang sakti mondroguno. Mereka disebut guru suci ing tanah Jawi. 




Kesembilan wali ini yaitu :


1) Maulana Malik Ibrahim di wilayah Gresik. Beliau disebut juga Sunan Maghdum Ibrahim. Dianggap Sunan yang paling sepuh. 




2) Sunan Ampel di wilayah Surabaya. Termasuk deretan Wali senior. Istrinya Ki Ageng maloka. 




3) Sunan Bonang di wilayah Tuban. Disebut juga Kanjeng Sunan wahdad. Beliau guru langsung Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar. 




4) Sunan Kudus di wilayah Kudus. Beliau banyak mendidik para penguasa Jawa pesisir. Amat berwibawa di mata Sultan Pajang dan Demak Bintara. 




5) Sunan Giri di wilayah Gresik. Ada Sunan Giri Parepen, Giri Gajah, Giri Kedaton. Dipercaya punya legitimasi politik yang tinggi. 




6) Sunan Drajad di wilayah Lamongan. Dipercaya memiliki drajad yang tinggi. Banyak peziarah untuk mendapatkan derajat pangkat semat. 




7) Sunan Muria di wilayah Jepara. Tiap hari peziarah datang untuk ngalap berkah. Diharapkan akan mendapatkan kemuliaan, wirya arta winasis. 




8) Sunan Gunung Jati di wilayah Cirebon. Mendirikan kasultanan Banten dan Cirebon. Bertugas di wilayah Jawa Barat. 




9) Sunan Kalijogo di wilayah Demak. Terkenal sebagai guru suci ing tanah Jawi. Berpusat di Kadilangu. Tiap tahun Karaton Surakarta Hadiningrat mengutus untuk mengganti langse di makam Sunan Kalijaga. 




Pada jaman kerajaan Demak Bintoro Wali Songo menjadi penasihat utama raja dan pejabat istana. Di samping itu Wali Songo juga menjadi pembimbing masyarakat yang tinggal di perkotaan, pedesaan dan pegunungan. 




Para raja Jawa, terutama Kraton Demak, Pajang, Mataram menempatkan Wali sanga sebagai penasihat spiritual kerajaan. Beliau tampil berwibawa. Nasihatnya adalah sabda brahmana raja. 




Perlu diketahui sistem hubungan Diplomasi Kasultanan Demak Bintoro. Kasultanan Demak Bintoro melakukan kegiatan pembangunan di segala bidang. Tujuannya untuk memperoleh kemajuan dan kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat. Semua warga kerajaan mendapat kesejahteraan lahir batin. Mereka cukup sandang pangan papan. 




Kedudukan kraton Damak Bintara amat diperhitungkan. Hubungan diplomasi dan kerja sama antar bangsa dilakukan oleh kerajaan Demak Bintoro. Pada tahun 1517 Khalifah Al Mutawakkil III dari Kasultanan Turki Utsmaniyah mengadakan kunjungan Kenegaraan. 




Sultan Demak Bintara sangat berbahagia. Kedua Sultan ini berbicara tentang peradaban dunia yang penuh dengan toleransi atas keberagaman. Sebagian dari delegasi kerajaan Turki Utsmaniyah itu belajar seni ukir ukiran di Kabupaten Jepara.




Kasultanan Demak Bintoro semakin arum kuncoro, ngejayeng jagad raya. Rajanya berhasil mewujudkan negeri yang baldhatun thoyibatun warobun ghofur. Tanah Jawa benar benar panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kata raharja. 






D. Para Bupati Demak Bintara dalam Membangun Peradaban Agung 




1. Aryo Pangiri 1582 sampai 1586. Diangkat oleh Sultan Hadiwijaya, raja Pajang. 




2. Adipati Wironagoro 1586 sampai 1606. Diangkat oleh Panembahan Senapati, raja Mataram. 




3. Adipati Haryonagoro 1606 sampai 1613. Diangkat oleh Prabu Hadi Hanyakrawati, raja Mataram. 




4. Adipati Batang 1613 sampai 1616. Diangkat oleh Sultan Agung, raja Mataram. 




5. Adipati Gombong 1616 sampai 1617. Diangkat oleh Sultan Agung, raja Mataram. 




6. Adipati Purnonagoro I 1617 sampai 1621. Diangkat oleh Sultan Agung, raja Mataram. 




7. Adipati Purnonagoro II 1621 sampai 1646. Diangkat oleh Sultan Agung, raja Mataram. 




8. Adipati Purnonagoro III 1646 sampai 1649. Diangkat oleh Amangkurat Tegal Arum, raja Mataram. 




9. Adipati Mangkuprojo I 1649 sampai 1680. Diangkat oleh Amangkurat Tegal Arum, Raja Mataram. 




10. Adipati Mangkuprojo II 1680 sampai 1720. Diangkat oleh Amangkurat Amral, raja Mataram. 




11. Adipati Wiryokusumo 1720 sampai 1747. Diangkat oleh Amangkurat Jawi, raja Mataram.




12. Adipati Sumodiningrat I 1747 sampai 1760. Diangkat oleh Paku Buwono II, raja Mataram. 




13. Adipati Sumodiningrat II 1760 sampai 1763. Diangkat Paku Buwono III, raja Surakarta Hadiningrat. 




14. Adipati Sumodiningrat III 1763 sampai 1772. Diangkat Paku Buwono III, raja Surakarta Hadiningrat. 




15. Adipati Kaliwungu 1772 sampai 1776. Diangkat Paku Buwono III, raja Surakarta Hadiningrat. 




16. Adipati Brotokusumo 1776 sampai 1781. Diangkat Paku Buwono III, raja Surakarta Hadiningrat. 




17. Adipati Wiryo Hadinagoro 1781 sampai 1801. Diangkat Paku Buwono III, raja Surakarta Hadiningrat. 




18. Adipati Cokronagoro 1801 sampai 1845. Diangkat Paku Buwono IV, raja Surakarta Hadiningrat. 




19. Adipati Condronagoro 1845 sampai 1864. Diangkat Paku Buwono VII, raja Surakarta Hadiningrat. 




20. Adipati Purbodiningrat 1864 sampai 1881. Diangkat Paku Buwono IX, raja Surakarta Hadiningrat. 




21. Adipati Suryodiningrat I 1881 sampai 1901. Diangkat Paku Buwono IX, raja Surakarta Hadiningrat. 




22. Adipati Suryodiningrat II 1901 sampai 1918. Diangkat Paku Buwono X, Raja Surakarta Hadiningrat. 




23. Adipati Cokrohamijoyo 1918 sampai 1923. Diangkat Paku Buwono X, raja Surakarta Hadiningrat. 




24. Adipati Sosrohadiwijoyo 1923 sampai 1936. Diangkat Paku Buwono X, raja Surakarta Hadiningrat. 




25. Adipati Tirtokusumo 1936 sampai 1942. Diangkat Paku Buwono X, raja Surakarta Hadiningrat. 




26. Adipati Soepangat 1942 sampai 1945. Diangkat Paku Buwono XI, raja Surakarta Hadiningrat. 




27. Haryo Joyo Sudarmo 1945 sampai 1948. Masa Presiden Soekarno. 




28. Rawuh Reksohadiprojo 1948 sampai 1949. Jaman Presiden Soekarno. 




29. Soekirjo 1949 sampai 1953. Jaman Presiden Soekarno. 




30. Soekandar 1953 sampai 1957. Jaman Presiden Soekarno. 




31. Sidoel karto Atmojo 1957 sampai 1958. Jaman Presiden Soekarno. 




32. Indriyo Yatmoprawiro 1958 sampai 1966. Jaman Presiden Soekarno. 




33. Doemami SH 1966 sampai 1972. Jaman Presiden Soekarno. 




34. Moch Adnan Widodo 1972 sampai 1973. Jaman Presiden Soeharto. 




35. Winarno Suryo Adi Subroto 1973 sampai 1978. Jaman Presiden Soeharto. 




36. Drs. Soedomo 1978 sampai 1984. Jaman Presiden Soeharto. 




37. Kol Sumartha 1984 sampai 1985. Jaman Presiden Soeharto. 




38. Waluyo Cokrodarmanto 1985 sampai 1986. Jaman Presiden Soeharto. 




39. Kol Soekarlan 1986 sampai 1996. Jaman Presiden Soeharto. 




40. Kol Djoko Widji Suwito 1996 sampai 2001. Jaman Presiden Soeharto. 




41. Dra Endang Setyaningdyah 2001 sampai 2006. Jaman Presiden Megawati. 




42. Drs Tafta Zaini 2006 sampai 2012. Jaman Presiden SBY. 




43. Drs Daekirin Said 2012 sampai 2016. Jaman Presiden SBY. 




44. HM Natsir menjabat bupati Demak sejak 2016 Jaman Presiden Joko Widodo. 




Nama Demak sangat populer dalam pandangan terpelajar dan masyarakat umum. Sejarah lisan dan tulis nama Masjid Demak Bintara kerap disebut.




 Berbahagia sekali orang Indonesia memiliki memori historis tentang Masjid Agung Demak. Mugi mugi tetap basuki lestari.relis

Share:
Komentar

Berita Terkini