Rentetan Kasus Korupsi yang Melibatkan Kader Golkar: Waspadai Sejarah Kelam Ini

Share:


Jakarta -Sejarah panjang yang mencatat sejumlah kader Partai Golkar (PG) terjerat kasus korupsi harus menjadi pelajaran berharga bagi setiap kader saat ini. Sejak 2013 hingga 2024, sejumlah tokoh penting dalam PG, termasuk gubernur, bupati, hingga anggota DPR, harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Pada 2013, hanya beberapa bulan menjelang Pemilu Presiden 2014, Ratu Atut, Ketua DPD PG Banten, ditangkap KPK atas dugaan kasus korupsi yang dinilai memiliki muatan politis. Setahun kemudian, pada 2014, Ketua DPD PG Riau sekaligus Gubernur Riau, Annas Maamun, juga ditangkap terkait kasus alih fungsi hutan.


Kasus serupa terus berlanjut. Pada 2017, Ketua DPD PG Sumut dan Ketua DPRD Sumut, Ajibshah, ditangkap. Di bulan yang sama, Ketua Umum PG, Setya Novanto, dijerat KPK terkait kasus e-KTP. Penangkapan serupa juga menimpa Ketua DPD PG Kaltim, Rita Widyasari, yang ditangkap pada 2017 terkait kasus alih fungsi hutan.


Pada 2018, sejumlah kader PG lainnya juga terkena kasus, termasuk Bowo Sidik Pangarso, Markus Nari, dan Fayakhun Andriadi. Tak hanya itu, beberapa bupati dan walikota dari PG, seperti Bupati Tegal, Bunda Siti, Walikota Cilegon, Tubagus, dan Bupati Batubara, OK Arya, juga tersangkut dalam kasus korupsi.


Pada awal 2018, Ridwan Mukti, Gubernur Bengkulu dan Ketua DPD PG, ditangkap bersama istrinya terkait korupsi. Tidak lama setelah itu, Sekjen PG sekaligus Menteri Sosial, Idrus Marham, terlibat dalam kasus PLTU yang melibatkan anggota DPR RI, Eni Saragih.


Kasus korupsi yang melibatkan kader PG terus berlanjut hingga 2020, dengan penangkapan Wakil Ketua DPR RI, yang juga Waketum PG, terkait suap. Begitu pula dengan Ketua DPD PG/Walikota Tanjung Balai dan Ketua DPD PG Sumsel, Alex Nurdin, yang terjerat kasus korupsi.


Pada 2024, Gubernur Bengkulu dan Gubernur Kalimantan Selatan, yang juga Ketua DPD PG, kembali terlibat dalam kasus hukum.


Dengan rentetan kasus ini, para kader PG perlu lebih berhati-hati dan waspada. Sejarah kelam ini seharusnya menjadi pengingat untuk menjaga integritas, menghindari praktik korupsi, serta melindungi nama baik partai dan kepentingan rakyat.

Share:
Komentar

Berita Terkini